Penanggulangan Bencana, LPBI NU Mojokerto Ingin Sinergitas Berbagai Pihak Ditingkatkan

Mojokerto | nuonlinmojokerto.or.id – Beberapa titik di Wilayah Kabupaten Mojokerto akhir-akhir mengalamai becana alam. Antara lain banjir dan angin puting beliung. Hal itu terjadi lantaran hujan disertai angin terus melanda wilayah Kabupaten Mojokerto.

Terutama bencana alam banjir di desa Tempuran, Kecamatan Sooko, yang sejak tanggal 1 Januari 2021 hingga sampai saat ini (11/01/2021). Banjir di desa tersebut, merendam 339 rumah warga dan 1350 warga terdampak akibat luapan avour sungai Watudakon.

Namun, Lembaga Penanggulungan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdatul Ulama (LPBI NU) Kabupaten Mojokerto menilai, untuk menanggulangi bencana alam yang sedang terjadi di Kabupaten Mojokerto masih kurang maximal dalam menjalin sinergitas dari berbagai unsur, baik dari dinas yang terkait maupun dari elemen masyarakat.

Ketua Lembaga Penanggulanggaan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI-NU) Kabupaten Mojokerto, Saiful Anam mengatakan, sinergitas berbagai unsur perlu ditngkatkan. Ada kesan bahwa sinergitas ini kurang maksimal berjalan.

Menurutnya, seperti berbagai unsur yang tergabung dalan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Kabupaten Mojokerto yang mana sebagai wadah keterlibatan banyak pihak dalam penanggulangan bencana hampir tidak menampakkan diri.

“Potensi relawan yang ada di Mojokerto berjalan ala kadarnya. Menjalin sinergi dengan berbagai pihak yang biasa diajak seharusnya perlu ditingkatkan dalam situasi seperti ini.

Anam sapaan akrabnya berharap, kedepan potensi relawan diharapkan bisa dikoordinir dengan maksimal oleh yang berwenang dalam menanggulangi bencana yang terjadi di lingkunggan masyarakat.

“Melalui wadah FPRB bisa menjadi medianya,” tandasnya.

Ia berpendapat, upaya yang dilakukan pemerintah harus benar-benar memperhatikan risiko yang bisa terjadi. satu kesalahan kecil dalam melangkah, bisa fatal akibatnya. Terlebih pada pembangunan sarana fisik. Misalnya, pembangunan penyaring sampah di hilir avour watudakon, mungkin bisa dijadikan contoh.

“Konon pembangunan dam sipon menghabiskan dana 10 M. Namun ternyata, oleh banyak kalangan dinilai bahwa bangunan penyaring itu menimbulkan masalah baru. air avour watudakon tidak bisa lancar masuk ke dam siphon. jangankan saat sampah menumpuk di penyaring tersebut, saat saringan itu bersih dari sampahpun, air kurang bisa lancar mengalir,” paparnya.

Berdasar pengalaman tahun sebelumnya. Dimana LPBI NU Kabupaten Mojokerto juga turut berupaya membantu proses pembersihan dam sipon. Anam menegaskan, bisa jadi penyaring ini bertujuan untuk menghentikan sampah-sampah agar tidak sampai di pintu dam sipon. Sampah memang menyumbat pintu dam sipon, sehingga proses pembersihannya harus extra hati-hati.

“Sekali saja ada personil yang jatuh di pintu dam, maka risikonya badan akan masuk ke gorong-gorong sejauh lebih dari 250 meter. tentunya dengan deras air sungai yang begitu besar. dan waktu itu, tim relawan NU yang berupaya membersihkannya. dengan bekal pengetahuan dan keterampilan, serta alat-alat yang ada, alhamdulillah proses pembersihan berjalan lancar,” ceritanya.

Oleh sebab itu, pihaknya menginginkan adanya peningkatan sinergitas berbagai pihak dalam penangggulan bencana.

“Agar semuanya bisa bergerak bersama, saling berkordinasi untuk mengurangi resiko,” tukasnya. (Lutvi)