Tanya Jawab Seputar Fiqh Kontemporer Bersama Gus Zamroni Umar
Assalamualaikum Gus …
Tahun 2022 ini kan ada perbedaan awal puasa, Kadang yang berbeda itu sama orang NU nya. Sebenarnya bagaimana perbedaan ini ? Mohon penjelasannya .
{Purnomo, Pacet}
Waalaikumsalam Wr. Wb.
Mas Purnomo yang kami hormati, Itsbat adalah penetapan awal bulan yang dilakukan oleh pemerintah dan berlaku secara umum. Dalam aturan fiqh, Itsbat ini harus di dasarkan pada ru’yah, tidak sah jika hanya di dasarkan pada hisab. Sedangkan Selain Pemerintah (ormas, perkumpulan dls) jika mengumumkan penetapan awal bulan itu di sebut dengan Ikhbar, tidak berlaku secara umum.
Perbedaan awal dan akhir puasa sudah beberapa kali terjadi di Indonesia. Hal ini terjadi karena perbedaan pendapat terkait cara penentuan Awal Puasa, yakni ; hisab (metode perhitungan) dan ru’yat al-hilal (melihat hilal). Perbedaan ini karena peristiwa penentuan awal bulan tergolong dalam masalah ijtihadiyah, yakni urusan agama yang termasuk dalam furu’iyah (cabangan agama) dan hukumnya berbeda-beda sesuai dengan hasil ijtihad para ulama yang berkompeten (ahliyat).
Metode hisab adalah perhitungan matematis yang dapat menguraikan secara jelas tentang posisi hilal di atas ufuk secara pasti dan telah teruji hasilnya. Ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan awal dan akhir Ramadan bagi para ahli hisab dan orang yang membenarkan ahli hisab tersebut dengan sarat meyakini kebenaran hasil hisab, tidak hanya sekedar ikut-ikutan atau menuruti keinginannya untuk segera berhari raya.
Sedangkan Ru’yat al-Hilal adalah metode penentuan awal dan akhir bulan dengan cara melihat bulan di atas ufuk setelah konjungsi. Dalam kitab Bughyat al-Mustarsyidin, hal. 108 juga di jelaskan :” Bulan Ramadan –seperti lainnya- itu tidak masuk awal bulan kecuali dengan melihat hilal atau menyempurnakan bilangan menjadi 30 hari.”. Nahdlatul Ulama sebagai sebuah jamiyah (organisasi), mengikuti pendapat Jumhur al-Salaf (Mayoritas Ulama Salaf) yakni tetapnya awal Ramadan dan awal bulan lainnya itu hanya dengan melihat hilal dan menyempurnakan bilangan (jika tidak melihat hilal). Hal ini di pertegas dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama, 21 Desember 1983 di Sukorejo, Situbondo ketika memutuskan masalah perbedaan penentuan awal bulan Ramadan dan hari raya. Hisab (perhitungan) tetap dilakukan, bukan sebagai penentu utama keputusan penetapan tapi sebagai pemandu untuk melakukan ru’yat al-hilal.
Baik Hisab ataupun Ru’yah, adalah cara yang dilegalkan oleh fiqh dengan beberapa ketentuan (syarat) yang telah di tetapkan. Tidak perlu di perdebatkan secara berlebihan. Karena justru hal tersebut akan menimbulkan fitnah. Fitnah inilah yang harusnya di hindari. Rekomendasi saya, ketika ada perbedaan pendapat dalam hal semacam ini terjadi –sepanjang pemerintah memberlakukan hilal sebagai dasar penetapan- maka mengikuti itsbat pemerintah adalah sikap yang lebih hati-hati karena lebih terjamin keabsahannya secara hukum fiqh.