Gus Zamroni (Wakil Sekertaris PCNU Kab. Mojokerto)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Tanya Gus … Saya mendirikan sebuah CV yang bergerak dalam jual beli alat-alat elektronik, dan Alhamdulillah berkembang dengan baik. Kemarin saat ber-hari raya ketemu dengan salah satu teman dan dia mengingatkan bahwa sebuah perusahaan juga ada kewajiban zakat yang harus dikeluarkan. Bagaimana itu gus ? {Dino, Gondang}
Jawab :
Pak Dino yang terhormat, benar kata teman anda tersebut. Bahwa ada harta yang harus di keluarkan dari sebuah CV atau perusahaan. Karena pada prinsipnya, Zakat adalah sarana pembersihan harta yang di tumbuhkembangkan untuk di dayagunakan pada sesama, yakni orang-orang yang membutuhkan nya (ashnaf zakat). Tentu Syarat rukun zakat sesuai tuntunan fiqh juga berlaku dalam zakat perusahaan ini.
Dalam Sunan Abi Dawud, juz 3 hal 187 termaktub hadis :
إن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كان يأمرنا أن نُخرِج الصدقةَ مِن الذي نُعِدُّ للبيع
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kita untuk mengeluarkan zakat dari harta yang disiapkan untuk niaga”(HR Abu Dawud).
Dalam Syarah Fath al-Qarib juga disebutkan :
فصل – والخليطان يزكيان زكاة الشخص الواحد
“Fasal- Dua orang yang bersekutu dalam bisnis itu wajib mengeluarkan zakat sebagaimana zakat nya seseorang”
CV (commanditaire vennootschap) adalah salah satu bentuk badan usaha yang dibentuk oleh dua orang atau lebih yang kemudian mempercayakan modal yang dimiliki kepada dua orang atau lebih dengan tingkat keterlibatan masing-masing anggotanya berbeda. Oleh karena itu, di dalam CV terdapat dua sekutu yang berbeda. Ada juga ahli yang berpendapat bahwa CV terdiri dari sekutu komanditer dan sekutu komplementer. Sekutu komanditer (sekutu pasif) memiliki tanggung jawab untuk memberikan modal CV kepada sekutu komplementer (sekutu aktif) yang bertanggung jawab untuk menjalankan kegiatan CV. Besarnya bagi hasil usaha disesuaikan dengan kesepakatan bersama.
Jika perusahaan itu berasal dari modal sendiri maka yang harus dicari tahu terlebih dulu adalah apakah pemiliknya. Sebab salah satu syarat wajib zakat adalah adalah seorang mukallaf, yang berarti dia harus seorang muslim. Untuk pemilik yang bukan muslim maka harta yang dikeluarkan oleh perusahaannya tidak bisa disebut sebagai zakat, kendati diatasnamakan sebagai zakat.
Untuk perhitungan obyek zakat perusahaan bisa merujuk pada panduan yang di lansir oleh BAZNAS RI bahwa Zakat dihitung dari harta , yakni harta yang telah dikurangi dari semua pengeluaran wajib, atau kewajiban lancar (current liabilities), lalu selisihnya disebut dengan takaran (wi’a) zakat.
Jika sebuah perusahaan didirikan atas dasar syirkah/khulthoh (CV), maka yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi peserta syirkah tersebut ;
Jika ada salah satu peserta syirkah yang bukan wajib zakat, maka penghitungan zakat perusahaan bagi peserta wajib zakat adalah dinilai berdasar nisbah modal/saham yang dimiliki oleh anggota yang wajib zakat. Misal Pak Dino mempunyai saham 35 %, dan total harta produksi perusahaan (urudl al-tijarah) mencapai 50 miliar, maka besaran zakat yang harus dikeluarkan oleh pak Dino adalah 2.5% dari 35%-nya 50 miliar, yakni Rp. 437.500.000,- (Empat Ratus Tiga Puluh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah);
Jika semua peserta syirkah merupakan pihak wajib zakat, maka Zakat dibagi kepada mitra sesuai dengan kepemilikan modal. Teknik penghitungannya seperti zakat perusahaan yang di miliki satu orang. Misal 50 Milyar rupiah, maka zakat yang di keluarkan adalah 2,5 % nya, yakni Rp. 1.250.000.000 (Satu Milyar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah). Dari situ kemudian di bagi sesuai dengan prosentasi kepemilikan modal nya. Wallahu a’lam bish shawab.