Orang Tua Angkat Tak Dapat Pahala Dari Pahala Anak Angkatnya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ada seorang yang mengadopsi anak. Ia merawatnya dengan baik dan berkualitas. Hingga anak angkat itu menjadi anak cerdas dan sholih. Sedangkan orang tua kandungnya sendiri sejak lahir tidak ikut merawat sama sekali. Dalam beberapa keterangan disebutkan, anak sholih yang belum baligh ketika melakukan kebaikan maka pahalanya diberikan pada orangtuanya.

Dalam peristiwa di atas, Siapakah yang berhak mendapatkan pahala anak tersebut. Orang tua aslinya ataukah orang tua angkatnya ? Terima kasih gus atas penjelasannya. Mohon Ibarat nya di cantumkan. (Pemerhati Pendidikan, MWCNU Mojosari)

Jawab :
Waalaikumsalam Wr. Wb.
Semoga penanya selalu dilimpahi keberkahan, Amin .

Mekaten Abah, dalam salah satu keterangan ibarat dari kitab al-Halal wal Haram fil Islam hal. 218 membagi status adopsi menjadi 2 : 1) Mutlak (Tabanni), dalam artian Menghilangkan status asal nasab anak tersebut sehingga dia menjadi seperti anak kandung nya orang tua angkat. Ini Jelas hukumnya haram; 2) Tidak Mutlak, dalam artian anak angkat tersebut tetap berstatus anak orang tua kandungnya. Orang tua angkat hanya menjadikannya seperti anak kandungnya, merawat, memberikan nafkah dan mendidik dengan sungguh-sungguh layaknya anak sendiri. Maka ini hukumnya adalah boleh dan tergolong dalam perbuatan terpuji.

الحلال والحرام في الإسلام ص : ٢١٨
التبني بمعنى التربية والرعاية ذلك هو التبني الذي هو أبطله الإسلام هو الذي يضم فيه الرجل طفلا إلى نفسه يعلم أنه ولد غيره ومع هذا يلحقه بنسبه وأسرته ويثبت له كل أحكام النبوة وأثارها من إباحة إحتلاط وحرمة زواج واستحقاق ميراث، وهناك نوع يظنه الناس تبنيا وليس هو بالتبني الذي حرمه الإسلام وذلك أن يضم الرجل إليه طفلا يتيما أو لقيطا ويجعله كابنه في الحنو عليه والعناية به والتربية له فيحضنه ويطعمه ويكسوه ويعلمه ويعامله كأنه إبنه من صلبه ومع هذا لم ينسبه لنفسه ولم يثبت له أحكام النبوة المذكورة فهذا أمر محمود في دين الله يستحق صاحبه عليه المثوبة في الجنة.

Kemudian terkait dengan pahala ibadah atau amal shalih yang dilakukan oleh anak kecil / belum baligh, memang menjadi hak dari orang tua nya. dalam kitab Nashaih al-Diniyah hal 22-23 di terangkan : “Amal ketaatan anak kecil yang belum baligh itu tercatat di buku amal dua orang tuanya yang islam. Ketika kedua orang tuanya baik dalam mendidiknya dan konsisten dalam menjalankannya”.

النصائح الدينية : ص : ٢٢-٢٣
وأعمال الطفل من الطاعات التي تكون قبل البلوغ في صحائف أبويه من المسلمين ومهما أحسنا في تربيته والقيام عليه كما ينبغي فالمرجو من فضل الله أن لا يخيبهما من ثواب أعماله الصالحة وطاعاته بعد البلوغ بل المرجو من فضل الله أن يكون لهما مثل ثوابه ويشهد لذالك ما ورد من الأحاديث في الدعاء إلى الهدى والدلالة على الخير فإنهما قد دعواه إلى الهدى ودلاه على الخير مهما أخذا في حقه بنحو ما ذكرناه من الإحسان في تربيته و أمره بالخير وترغيبه فيه ونهيه عن الشر وزجره عنه والله أعلم

Selanjutnya, terkait dengan pertanyaan di atas. Realitas yang mendidik, merawat dan menafkahi anak tersebut adalah orang tua angkat, bukan orang tua aslinya. Siapa yang layak mendapatkan pahala anak tersebut? Menarik untuk melihat paparan Syekh Ibnu Batthal :

ﺃﺟﻤﻊ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺃﻧﻪ ﻻ ﺗﻠﺰﻡ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻭ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ ﺇﻻ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺒﻠﻮﻍ ﻭﻟﻜﻦ ﺃﻛﺜﺮ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﺳﺘﺤﺴﻨﻮﺍ ﺗﺪﺭﻳﺐ ﺍﻟﺼﺒﻴﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺭﺟﺎﺀ ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ ﻭﺃﻥ ﻣﻦ ﻓﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﻨﻬﻢ ﻣﺄﺟﻮﺭ ﻭﻷﻧﻬﻢ ﺑﺎﻋﺘﻴﺎﺩﻫﻢ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺗﺴﻬﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺇﺫﺍ ﻟﺰﻣﺘﻬﻢ

Dalam ibarat ini, beliau menyatakan bahwa pahala ibadah anak di berikan orang tua atas usaha orang tua dalam mengkondisikan / membiasakan anaknya untuk melakukan ibadah. Titik tekannya adalah usaha yang dilakukan oleh orang tua nya agar anak menjadi baik dan gemar beribadah. Jika dikaitkan dengan problem di atas, maka yang berusaha untuk mengkondisikan anak menjadi baik dan shalih adalah orang tua angkatnya. Maka jelas baginya mendapat pahala atas hal ini.

Apakah orang tuanya yang asli sama sekali tidak mendapatkan pahala ? untuk menjawab hal ini perlu di telaah lagi motif orang tua ketika melepaskan hak asuhnya pada orang lain. Wallahu’alam bis-shawab.