Assalamualaikum Wr. Wb.
Tanya Gus …Puasa tahun lalu masih belum semuanya di qadla’, sudah kedatangan puasa lagi. Bagaiman ini gus ? {Ibu Nadhif, Jetis}
Jawab :
Waalaikumsalam Wr. Wb.
Bu Nadhif, semua ibadah wajib –termasuk puasa-, itu wajib dilakukan ketika masuk waktu pelaksanaan. Ketika sudah keluar waktu pelaksanaan nya maka status ibadah tersebut tetap wajib dilakukan tapi tidak pada waktu yang semestinya, itulah yang di sebut dengan qadla’.
Wanita pada setiap puasa Ramadan hampir pasti mempunyai hutang puasa yang harus di qadla’ pada masa satu tahun sampai datangnya bulan Ramadan pada tahun selanjutnya. Karena alasan adanya mani’ (adanya perkara yang mencegah dilakukannya puasa) maka Wanita haidl tidak menanggung dosa. Ini berbeda dengan orang yang mokel (tidak puasa) dengan tanpa udzur (alasan yang diperbolehkan syara’), maka dia terus berdosa sampai puasa yang ditinggalkan tersebut di qadla’.
Imam al-Syafi’I dalam masalah qadla’ ini menyandarkarkan pendapatnya pada ijma’ ulama dan hadis riwayat Imam Baihaqi, yang artinya : “Rasulullah bersabda : Barangsiapa yang tidak berpuasa dan tidak mengqadla’nya sampai datang bulan Ramadan berikutnya maka dia tetap wajib mengqadla’ puasa dan memberi makan pada orang miskin setiap hari.”
Maka, jawaban pertanyaan panjenengan adalah tetap harus qadla’ puasa yang di tinggalkan. Ditambah dengan membayar fidyah (penebusan). Besaran fidyah untuk setiap harinya adalah 7 ons beras, di berikan pada fakir dan miskin. Semisal puasa yang di tinggalkan 10 hari, maka wajib membayar fidyah sebesar 7 Kg.
Fiqh kontemporer (Mu’ashirah) memperbolehkan ini dibayar dengan uang. Besarannya tentu berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, karena yang di jadikan pijakan dalam fiqh kontemporer adalah standar biaya makan sehari semalam. Untuk hal ini silahkan merujuk pada regulasi Baznas / Lazisnu setempat.
Gus Zamroni (Anggota Dewan Perumus LBM NU Kabupaten Mojokerto)