Khutbah Jumat ; Memakmurkan Tempat Ibadah

 

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ القَوِيْمِ وَدَعَا إِلَى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ :

وَّاَنَّ الْمَسٰجِدَ لِلّٰهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللّٰهِ اَحَدًاۖ

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumulloh,

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan berusaha melaksanakan perintah-perintah Allah, dan sekuat tenaga menjauhi larangan-larangan yang sudah ditetapkan oleh Nya. Di sertai dengan permohonan kepada Nya agar senantiasa memberikan pertolongan / maunah dan Hidayah Nya, niscaya kita akan di mudahkan oleh Allah dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

 

Ma’asyiral Mu’minin , Rahimakumullah …

Sultan Muhammad al-Fatih, Sang penakluk konstantinopel / Rum pernah berkata :

“Jika suatu ketika kalian tidak lagi mendengar bising dan gelak tawa anak-anak diantara shaf shalat di Masjid, maka takutlah akan kejatuhan generasi muda kalian”.

Marilah kita lihat keadaan tempat ibadah kita saat ini, bagaimana keadaannya. Dalam jamaah shalat lima waktu yang dilakukan dilingkungan kita masing-masing. Apakah di situ masih banyak anak-anak yang  ikut dalam jamaah tersebut.

Masjid yang pertama kali di bangun di dunia ialah masjid Quba. Saat itu pada 8 Rabiul Awwal atau 23 September 622 Masehi Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrah dari Mekkah menuju Madinah, Nabi untuk pertama kalinya mendirikan masjid di perkampungan Quba. Masjid yang dibangun ini memiliki sejarah penting bagi perkembangan umat muslim.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri.” (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah). Jika Rasulullah mengaitkan masjid dengan bumi ini,  maka jelas bahwa masjid bukan hanya sekadar tempat sujud dan sarana penyucian. Tidak juga hanya berarti bangunan tempat shalat, atau bahkan bertayamum sebagai cara bersuci pengganti wudhu. Tetapi masjid juga berarti tempat melaksanakan segala aktivitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah SWT.

Beberapa Fungsi Masjid, pada masa Rasulullah antara lain :

  1. Fungsi Ibadah

وَّاَنَّ الْمَسٰجِدَ لِلّٰهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللّٰهِ اَحَدًاۖ

Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS Al-Jin: 18)

  1. Fungsi Pendidikan
  2. Tempat Musyawarah
  3. Fungsi Sosial, seperti tempat akad nikah, tempat berlindung saat terjadi musibah dls.
Baca Juga:  Khutbah Jumat: Menjaga Diri Agar Tidak Bangkrut

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Rasulullah memberikan contoh pada kita, untuk mengajak dan memberikan contoh pada kita agar membiasakan anak-anak berada di masjid.

Dalam sebuah hadis dikatakan, “Rasulullah suatu ketika tengah berkhotbah di mimbar masjid. Lantas, kedua cucunya (Hasan dan Husein) datang bermain-main ke masjid tersebut dengan memakai baju kembar berwarna merah serta berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun karena memang masih bayi. Lantas Rasulullah saw turun dari mimbar masjid lalu mengambil kedua cucunya itu serta membawanya naik ke mimbar kembali dan berkata, ‘Maha Benar Allah, kalau harta serta anak-anak itu yaitu fitnah, bila telah lihat kedua cucuku ini saya tidak dapat sabar’. Lantas Rasulullah kembali meneruskan khotbahnya.” (HR. Abu Dawud)

dalam hadis lain juga disebutkan, “Kalau Rasulullah salat dan apabila beliau sujud, Hasan serta Husein bermain menaiki belakang Rasulullah. Lantas, jika ada beberapa teman dekat Rasulullah yang hendak melarang Hasan dan Husein, Rasulullah memberikan isyarat untuk membiarkannya. Jika sesudah selesai salat, Rasulullah kemudian memangku kedua cucunya tersebut.” (HR. Ibnu Khuzaimah)

Berkaitan dengan hokum anak-anak berada di masjid, Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin memiliki beberapa pendapat.

“Anak kecil tidak masalah masuk ke dalam masjid selagi ia tidak bermain. Bermain di masjid tidak haram bagi mereka. Membiarkan mereka bermain di masjid juga tidak diharamkan kecuali jika mereka menjadikan masjid tempat bermain, dan itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Apabila masjid sudah menjadi tempat bermain, maka wajib dilarang karena bermain di masjid termasuk aktivitas yang halal jika sedikit, dan tidak halal ketika berlebihan.” papar Imam Ghazali.

Syekh Walid An-Nasyiri mengeluarkan fatwa bahwa pengajaran anak-anak di masjid adalah hal yang baik. Anak-anak bebas memasuki masjid sejak era Rasulullah SAW hidup hingga kini tanpa dipermasalahkan. Pendapat yang menyatakan makruh atas masuknya anak-anak ke dalam masjid tidak berlaku secara mutlak. Kemakruhan ini berlaku hanya untuk anak-anak yang belum mumayyiz yang belum terbebani ibadah dan hajat terhadapnya. Tetapi pahala pengajaran anak-anak melebihi pengurangan pahala karena hukum makruh anak-anak memasuki masjid,” (Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudhatit Thalib, Juz 3, halaman 108). Keterangan di atas membagi anak kecil mejadi dua kategori. Pertama, mumayyiz (anak yang sudah membedakan baik dan buruk, serta telah mengerti bahasa atau aturan). Kedua belum mumayyiz, anak yang belum bisa menimbang baik dan buruk (biasanya anak di bawah usia lima tahun).

Baca Juga:  MENJAGA DIRI DARI MAKANAN HARAM

Hukum makruh hanya jatuh pada anak kecil yang belum mumayyiz karena dikhawatirkan mencemari masjid lantaran belum mengerti, khawatir mereka membuang kotoran tanpa diduga. Namun hal ini bisa diantisipasi dengan pembalut anak (pampers) yang rapat. Di samping itu anak-anak yang belum mumayyiz belum bisa menerima peringatan untuk tenang agar tidak mengganggu aktivitas shalat pengunjung lainnya. Ini yang repot. Karenanya ulama menyatakan makruh. Baiknya memang ada ruangan masjid khusus orang tua yang membawa anak di bawah umur dengan jaminan pembalut yang rapat. Menciptakan “masjid ramah anak” memang membutuhkan kesiapan manajemen, tata ruang, dan kesadaran tinggi seluruh jamaah. Padahal anak di bawah umur juga memiliki hak guna terhadap masjid.

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,,,

Pada masa Salaf al-Shalih (generasi Shahabat, Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in), semua kegiatan di pusatkan di masjid. Fungsi masjid sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Begitu juga pada masa wali songo, masjid diletakkan berdekatan dengan kantor pemerintah, pasar dan alon-alon sebagai tempat refreshing masyarakat.

Juga dapat kita lihat dalam sejarah, Metode Para wali untuk mengajak masyarkat untuk masuk masjid. Sunan Kudus misalnya, mengupayakan mendekatkan masjid dengan masyarakat, agar masyarakat tidak rikuh untuk memasuki masjid.Beliau mengadakan kegiatan-kegiatan seni yang sudah di modifikasi oleh beliau, di masuki unsur dan nilai-nilai islami dan dilaksanakan di halaman masjid.

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah …

Kebaikan Anak cucu kita, adalah tanggung jawab kita bersama. Mari bersama-sama menanamkan kebiasaan baik pada anak cucu kita. Mari kita hidupkan semangat untuk melakukan ibadah jamaah di masjid dan mushalla di lingkungan kita. Minimal dalam sehari sekali, kita bersama-sama keluarga berjalan menuju masjid untuk melaksanakan jamaah di masjid/mushalla di dekat rumah kita. Dengan ikhtiyar yang demikian, pasti Allah akan menurunkan rahmat NYA, memberikan karunia NYA dan melimpahkan kebaikan-kebaikan pada Keluarga, lingkungan dan Bangsa kita, Amin.

Demikian khutbah  ini. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.

 

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

 

Penulis Khutbah : Guz Zamroni Umar (Wakil Sekertaris PCNU Kabupaten Mojokerto)