Bolehkah Bingkisan Lebaran Diambilkan Dari Zakat?

Diasuh oleh Gus Zamroni Umar (Anggota Dewan Pengurus LBM NU Kab. Mojokerto dan Sekertaris PCNU Kab. Mojokerto)

 

Assalamualaikum Wr. Wb.

Tanya Gus … Di Masjid kami setiap lebaran selalu ada bingkisan untuk pengurus takmir. Yang jadi kejanggalan di hati saya adalah bingkisan tersebut di ambilkan dari zakat yang dikumpulkan oleh takmir masjid. Sebagai pertimbangan, Masjid kami sudah mendapatkan SK dari Lazisnu, sehingga resmi sebagai amil zakat. Mohon penjelasannya, terima kasih {Nuroini, Trowulan}

Jawab :

Waalaikumsalam Wr. Wb.
Pak Nuroini yang berbahagia, Alhamdulillah pengumpul zakat di masjid jenengan sudah mendapatkan SK dari Lazisnu, tahun depan saat akan masuk bulan Ramadhan jangan lupa untuk berkordinasi lagi dengan pengurus Lazisnu, agar tradisi pengumpulan zakat di desa jenengan sah secara syara’ dan resmi menurut hokum pemerintah.

Begini pak Nur, Yang saya tangkap dari penjelasan jenengan yang di maksud zakat adalah zakat fitrah, karena saya rasa kesadaran masyarakat untuk membayarkan zakat mal-nya melalui lembaga amil zakat masih rendah. Mayoritas orang kaya dalam masyarakat kita masih lebih suka memberikan zakat mal nya langsung pada mustahiq.

Baca Juga:  Bahtsul Masail Jadi Perawat Otoritas Keilmuan Ulama

Amil Zakat menjadi bagian dari ashnaf (golongan penerima zakat). Berapa bagian amil zakat ?. Dalam kitab al-Majmu’ Syarah Muhadzab juz 6, Imam Nawawi menjelaskan : “Maka bagiannya adalah seperdelapan (1/8) dari zakat yang di ambilnya. Jika lebih maka harus dikembalikan dan jika kurang hendaknya di sempurnakan dari dari bagian yang tersisa”.

Dari sini, MUI dalam fatwanya No. 8 tahun 2011 tentang Amil Zakat menyatakan, Bagian Amil Zakat adalah 1/8 dari harta zakat yang terkumpul.
1/8 itu sama dengan 12,5 % dari total zakat. Sehingga jika total zakat fitrah yang terkumpul adalah 500 kg beras, maka bagian amil adalah 62,5 kg . Jika di konversi dengan uang (asumsi beras @ 9.000,- per kg) maka bagian amil setara Rp. 562.500,-. Bagian tersebut adalah bagian maksimal dari amil zakat. Saya menyarankan bagian ini di ambil seminimal mungkin.

Tetapi perlu diperhatikan –dan ini sangat penting-, bahwa Amil sebisa mungkin mengambil bagian secukupnya, ini karena kehati-hatian (ihtiyath). Ini juga menjadi ruh utama dalam UU 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat , pasal 31 dan 32 di sebutkan : dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS di biayai dengan APBN / APBD dan Hak Amil Zakat, sedangkan LAZ dapat di biayai dari hak amil. Prioritas penggunaan operasional dari amil zakat diambilkan dari APBN / APBD, baru kemudian hak Amil.

Baca Juga:  Hukum Berkurban Dengan Iuran

Kembali pada pertanyaan di atas, Jawaban nya adalah : Mengingat bahwa yang di maksud diatas mengarah pada pengelolaan Zakat Fitrah, maka lebih baik dihindari model tasharruf seperti di atas, gunakan jatah Amil dalam kadar yang seminimal mungkin. Karena dalam hal ini, Amil hanya bekerja sekali, sehingga sangat tidak elok jika menggunakan jatah Amil secara berlebih. Gunakan itu untuk menunjang operasional saja, seminimal mungkin. Untuk lebih aman nya, lebih baik untuk bingkisan tersebut di ambilkan dari dana kas masjid, yakni uang masjid yang penggunaannya untuk kemaslahatan masjid.