Hukum Dan Dalil Melaksanakan Puasa Bulan Syawal

Salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat islam adalah menetapkan setiap perilaku Nabi Muhammad SAW menjadi uswatun khasanah (baca:Suri tauladan). Setiap langkah beliau adalah ibadah, setiap hal yang beliau lakukan menjadi refrensi bagi umat islam yang saat ini kita kenal dengan Sunnah Nabi. Termasuk tradisi yang beliau lakukan adalah berpuasa di enam hari pada bulan syawal.

Dalam hadis qudsi sendiri, Allah menegaskan bahwa seluruh ibadah sejatinya adalah untuk umat islam sendiri, kecuali berpuasa. Karena puasa merupakan bentuk ibadah yang dipersembahkan kepada Allah. Kemudian dengan puasa tersebut Allah memberi ganjaran bagi yang menjalankannya ikhlas karna mengharap ridho-Nya. Hadis tersebut berbunyi :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ أدَمَ لَهُ. إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ.

” Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman: Setiap amal yang dikerjakan oleh manusia adalah untuk dirinya sendiri. kecuali puasa, karna sesungguhnya berpuasa adalah untuk-Ku dan Aku (Allah) memberinya balasan sebab puasanya.” (Shahih Bukhori, Dar Ihya’ Turots al-Aroby juz 3. Hal. 26)

Kemudian, salah satu puasa sunnah yang disebutkan dalam kitab klasik adalah puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal yang akan kita bahas di artikel ilmiah ini. Hukum sunnah puasa di bulan Syawal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW yaitu:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر

Baca Juga:  Rambut Athi-Athi, Wajibkan Dibasuh?

“Sesungguhnya Rasulallah SAW bersabda: barang siapa berpuasa di bulan Ramadan kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal maka pahalanya sama dengan berpuasa satu tahun penuh.” (Shahih Muslim, Dar Ihya’ Turats al-Araby, juz 2, hal. 822)

Imam Nawawi juga mengomentari hadis ini, beliau berkata:

وَإِنَّمَا كَانَ ذَلِكَ كَصِيَامِ الدَّهرِ لِأَنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا فَرَمَضَانُ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَالسِّتَّةُ بِشَهْرَيْنِ

“Pahala puasa Syawal seperti puasa setahun penuh. Karena satu kebaikan setara dengan sepuluh kebaikan. Puasa Ramadan adalah sebulan, maka bila dikalkulasi senilai dengan sepuluh bulan, dan puasa 6 hari senilai dengan dua bulan (60 hari)” (Syarah Shahih Muslim Li an-Nawawi, Dar Ihya’ Turats al-Araby 8/56).

Berkenaan dengan puasa enam hari, apakah harus berurutan dan dilakukan tepat setelah tanggal 1 Syawal atau boleh memilih hari sesuai kehendak hati ? Menurut pendapat yang masyhur, bahwa paling utamanya puasa Syawal dilakukan secara berurutan karna lebih mudah. Namun tidak wajib berurutan, pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Qudamah, beliau mengatakan:

فلا فَرْقَ بيْنَ كَونِها متَتابِعةً أو متفرِّقةً في أوّلِ الشَّهرِ أو في آخِرهِ لأن الحديثَ وَرَدَ بِها مطلقاً من غَير تَقْيِيْدٍ

“Tidak ada perbedaan antara melaksanakan puasa syawal secara berurutan ataupun terpisah-pisah, di awal bulan syawal atau di akhir bulan. Karena redaksi hadis yang membahas hal ini sifatnya mutlaq tanpa ada pembatasan (mengenai hari, ataupun harus dilakukan secara berkesinambungan).” (As-Syarhul al-Kabir, Hijr, Juz 7 hal. 521)

Baca Juga:  Cara PKL Menikmati Ibadah Di Malam Ramadan

Namun, perlu diperhatikan bahwa jika memilih berpuasa pada hari jumat, maka ikutilah puasa pada hari kamisnya atau sabtunya. karna di madzhab Syafi’iyah makruh puasa pada hari jum’at saja, yang didasarkan pada hadis :

عَنْ أَبِي هُرَيرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: لاَ يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الجُمُعَةِ، إِلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ

“Dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: jangan sekali-kali kalian berpuasa di hari jum’at, kecuali mengikutinya dengan (puasa) satu hari sebelumnya (hari kamis)atau setelahnya (hari sabtu)” (Shahih Bukhori, Dar Ihya’ Turats Juz 3 Hal. 42)

Maka kesunahan puasa enam hari di bulan Syawal merupakan ijma’ para Fuqoha’ termasuk dalam madzhab Syafi’i dan tidak wajib dilakukan secara berturut-turut dan boleh memilih hari sesuai kehendak hati namun lebih utama dengan berurutan. Wallahu A’lam.

Ditulis oleh: Mochammad Faiz Nur Ilham (Mahasiswa Ilmu Alquran Dan Tafsir Uinsa Surabaya Dan Anggota LTN PCNU Kab. Mojokerto )