Hari Raya Idul Adha adalah hari kemenangan umat muslim di seluruh penjuru bumi. Namun, karena masih pandemi yang tidak memungkinkan dilakukan dengan banyak orang, tetapi bisa dilaksanakan secara virtual.
Merespons hal tersebut, Masjid Nasional Al Akbar Surabaya berkolaborasi dengan Asosiasi YouTube Santri Indonesia menggelar Acara Munajat & Takbiran Virtual Nasional bertema ‘Mengetuk Pintu Langit : Indonesia Sehat dan Bangkit’ yang dilaksanakan di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Senin (19/07/2021).
Munajat dan Takbir Virtual ini dihadiri KH Anwar Manshur (PP Lirboyo Kediri), KH Agoes Ali Masyhuri (PP Progresif Bumi Sholawat Sidoarjo), Hj Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jatim/Penasehat AYSI), Gus Miftah (Yogyakarta/Penasehat AYSI), Ustadz A Muzakky Al Hafidz (Masjid Al Akbar) dan Atta Halilintar (Youtuber/Jakarta).
Rangkaian munajat dan takbir tersebut memperingati Idul Adha 1447 H, yang digelar virtual karena pandemi Covid-19 dan PPKM Darurat.
Acara tersebut diiringi takbir sekaligus doa agar negara Indonesia terbebas dalam jeruji pandemi ini, pelaksanaan Munajat dan Takbir Virtual Nasional ini juga akan disiarkan langsung melalui akun dan channel youtube Masjid Al Akbar TV, AYSI Channel, khofifah indar parawansa channel, Cita Entertainment, SAS FM dan direlay 600 chanel anggota AYSI seluruh Indonesia.
KH Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah yang merupakan salah satu pembicara menyampaikan ceramah terkait spirit Idul Adha di tengah pandemi.
Pendakwah Milenial tersebut mengupas tuntas tentang pengorbanan Nabi Ibrahim as. yang menjadi cikal bakal sejarah pelaksanaan Hari Raya Idul Adha. Ia pun menceritakan kisah pertemuannya dengan salah seorang pendeta setelah mengisi acara di sebuah televisi.
Disebutkan bahwa pendeta tersebut akan masuk Islam jika menemukan jawaban rasional terkait dasar yang diyakini bahwa yang dipotong oleh Nabi Ibrahim adalah leher putranya Isma’il.
Mendapatkan pertanyaan demikian, Gus Miftah pun menjelaskan bahwa wahyu yang pertama kali turun adalah Iqra’. “Iqra’ itu dimensi akal atau intelektual, sedangkan bismi rabbi adalah dimensi hati atau spiritual. Maka, dalam belajar agama itu hendaknya akal yang mengikuti hati, bukan hati yang mengikuti akal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Gus Miftah memberikan gambaran, bahwa mencintai pun itu sebenarnya bukan dari mata turun ke hati, tapi dari hati naik ke mata. Sebab, jika cinta itu berangkat dari mata turun ke hati, maka sesungguhnya kita tidak akan pernah mencintai Allah dan Rasul-Nya lantaran tidak pernah melihatnya secara langsung.
“Orang buta pun bisa mencintai tanpa harus melihat pasangannya, karena cintanya itu tumbuh dari hati. Maka dari itu, tempatkanlah hatimu sebagai imam, bukan akalmu yang menjadi pijakan atau dasar,” ungkap Gus Miftah.
Menurut Gus Miftah, Ismail yang diqurbankan karena secara psikologi untuk mendapatkan Isma’il itu butuh perjuangan. Mengingat, Isma’il adalah satu-satunya putra yang dicintai oleh Nabi Ibrahim as.
“Itu ujian kepada Nabi Ibrahim. Namun, tetap dilakukan oleh Nabi Ibrahim karena perintah tersebut diterima dengan hati, bukan dengan akal,” tutur Gus Miftah.
Begitu juga saat dihadapkan pada situasi pandemi seperti ini, Gus Miftah mengajak agar kita tetap taat dengan hati yang jernih meskipun secara ekonomi ada kendala. Karena dengan ketaatan kepada Allah, pemerintah, dan Ulama, jalan keluar dan rezeki akan datang dari tempat yang tidak disangka sangka.
“Salah satu ketaatan kita adalah mematuhi protokol kesehatan, melakukan vaksinasi dan menggelar ikhtiar batin dengan memperbanyak doa dan munajat kepadanya,” pungkasnya.
Kontributor : Indra