KOLOM  

Fiqih Praktis Seputar Qurban

 

Hari raya Idhul Adha atau juga disebut Idul kurban adalah salah satu hari besar Islam yang disongsong dengan persiapan dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Pengurus masjid akan mulai membentuk panitia kurban satu hingga dua bulan sebelum pelaksanaannya untuk memaksimalkan Ibadah tahunan ini. Dan untuk tahun ini, Idhul Adha akan jatuh pada tanggal 31 Juli 2020. Oleh karena itu,kiranya perlu untuk mengulas secara singkat seputar fiqih kurban dan berbagai permasalahannya  untuk memudahkan dalam pelaksanaannya yang sesuai dengan syariat Islam. Berikut uraiannya:

Pengertian ibadah kurban sendiri adalah:

هِيَ ما يُذبحُ من النَّعَمِ تقرُّبًا إلى الله مِن يومِ العِيدِ إلى أٓخرِ أيَّامِ التَّشْريقِ

Qurban (Tadhiyah) adalah menyembelih hewan sembelihan dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT diawali dari hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) hingga akhir hari Tasyriq” (Syekh Khatib Syarbini, Mughni al-Muhtaj Juz 6, hal. 122)

Adapun dalam Madzhab Syafi’i hukumnya adalah Sunnah ‘Ain bagi yang tidak memiliki keluarga dan Sunnah kifayah bagi yang sudah berkeluarga bagi yang sudah berkemampuan. Artinya bila salah satu anggota keluarga sudah ada yang mempersembahkan hewan sembelihan, maka sudah menggugurkan hukum makruh dalam keluarga tersebut. Namun, hukum sunnah ini bisa menjadi wajib bila dinadzari.

Syarat-syarat hewan qurban:

Dalam kitab al-Majmu’ syarah al-Muhadzab karya Imam an-Nawawi disebutkan bahwa hewan yang boleh dikurbankan adalah onta dengan jenis apapun, sapi dengan jenis apapun dan kambing/domba dengan jenis apapun. Dan tidak boleh menjadikan hewan kurban selain hewan ternak di atas. Betina maupun jantan. (Imam Nawawi, al-Majmu’ syarah al-Muhadzab juz 8, hal. 393)

Kemudian hewan di atas disyaratkan :

  1. Bila memilih onta, maka harus genap berumur 5 tahun dalam hitungan tahun Qomariyah dengan fisik tidak cacat dan tidak sakit.
  2. Bila sapi, maka harus berumur genap 2 tahun dalam hitungan tahun Qomariyah dan fisik tidak cacat dan tidak sakit.
  3. Untuk kambing, harus berusia genap 1 tahun (Qomariyah) atau sudah powel (lepas giginya) untuk kambing domba(kibasy) dan 2 tahun Qomariyah untuk kambing jawa/kacang dan hewan tidak boleh cacat atau sakit.

Dalam Matan Zubad Ibnu Ruslan disebutkan:

ولم تَجُزْ بَيّنَةُ الهُزالِ # و مَرَضٍ وعَرَجٍ في الحَالِ

ونَاقِصُ الجُزْءِ كَبَعضِ أُذُنِ # أو ذَنَبٍ كعَوَرٍ في الأَعْيُنِ

أوالعَمَى أوقَطْعُ بَعضِ الألْيِة # وَجَازَ نَقْصُ قَرْنِها والخَصْيَة

Dan tidak diperkanankan menyembelih hewan yang sangat kurus, sakit, pincang cacat sebagian anggota tubuhnya seperti telinga, ekornya sebagaimana buta sebelah matanya, buta keduanya atau terpotong pantatnya. Dan diperbolehkan hewan yang cacat tanduknya atau hewan yang dikebiri” (Ibnu Ruslan, Matan Zubad)

Orang yang berkurban, jika ia laki-laki maka disunnahkan untuk menyembelih hewan kurbannya sendiri, namun bila yang berkurban perempuan, maka lebih utama diwakilkan, dan juga disunnahkan untuk menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya jika dia mewakilkan kepada orang lain. Kesunnahan ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW:

 

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ:ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

Dari Anas RA berkata: Rasulullah menyembelih dua ekor kambing kibasy berwarna putih dan panjang tanduknya dengan tangan beliau sendiri seraya membaca basmalah dan bertakbir dan menempatkan kaki beliau di atas leher kambing tersebut ” (HR. Muslim).

Yang terakhir adalah cara mendistribusikannya, hewan kurban wajib diberikan dalam keadaan mentah dan orang yang berkurban boleh memakan sebagian. Kecuali hewan kurban wajib yaitu hewan kurban yang dinadzari sebelumnya maka harus disedehkahkan keseluruhannya.

ويُشْتَرَطُ في اللّحمِ أن يَكونَ ذِيأً لِيَتَصَرَّفَ فِيه مَنْ يَأْخُذُهُ بِمَا شَاءَ مِنْ بَيْعٍ أو غَيْرهِ

Dan disyaratkan dagingnya harus dalam keadaan mentah, supaya orang yang menerimannya dapat mentasharufkan (memanfaatkan) sesuai kehendaknya seperti menjual atau yang lainnya. (Hasyiyah al-Bajury juz 2, hal. 302)

Daging kurban dibagikan tidak hanya kepada orang miskin, tapi orang kaya juga berhak menerimanya. Dalam Madzhab Syafi’i daging kurban yang sudah dibagikan kepada orang miskin sifatnya Tamlik (memberi hak kepemilikan secara penuh). Oleh karena itu daging kurban milik orang miskin boleh dialokasikan secara bebas, dijual, dibagikan atau apapun. Sedangkan daging yang dibagikan kepada orang kaya sifatnya hak utuh. Yang hanya boleh dialokasikan pada hal-hal yang sifatnya konsumtif. Misalnya dimakan untuk sendiri atau dibagikan pada yang lebih membutuhkan.

Ditulis oleh: Mochammad Faiz Nur Ilham (Mahasiswa Ilmu Alquran Dan Tafsir UINSA Dan Anggota LTN PCNU Kab. Mojokerto)