Meneguhkan Khidmah organisasi, JQH NU Kab. Mojokerto Menggelar Konferensi

Wisma NU – Jamiyyatul Qurra wal Huffazh (JQH) adalah organisasi yang special, demikian kata Ustad Fatkhur Rahman, dalam sambutan Konferensi ke IV JQH NU Kab. Mojokerto di aula NU pada sabtu (8/02/20). Spesialnya, kata ketua JQH NU Kab. Mojokerto itu, dikarenakan organisasi ini dibentuk oleh ulama-ulama sepuh yang ahli di bidang al-Quran.

“Pendiri JQH adalah ulama ulama sepuh. Para ulama pendiri JQH saat ini sudah banyak meninggal dunia. Tinggal satu yang masih hidup yakni KH. Basori Alwi. Semoga beliau dipanjangkan hidupnya sehingga bisa tetap membimbing kita semua” tukas Ustad Fatkhur Rahman.

Ulama-ulama pendiri JQH dulu, tutur Laki-Laki alumnus Pesantren Ilmu Al-Quran Malang ini, pada tahun 1949 berkumpul di Masjid Ampel. Sebelum subuh mereka melantunkan Qiroah secara bergantian. Perkumpulan itu lambat laun menjadi banyak. Dan kemudian terdengar oleh KH. Wahid Hasyim yang kala itu sudah menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia. Dan atas restu KH. Wahid Hasyim maka perkumpulan ulama ahli Quro’ itu kemudian menjadi Jamiyyatul Qurro wal Huffazh. Dan pada tahun 1959, Jammiyatul Qurro wal Huffazh secara resmi menjadi Badan Otonom Nahdlatul Ulama.

Hanya saja dalam perjalan selanjutnya, JQH Nahdlatul Ulama berubah menjadi Lembaga. Dan pada tahun 1999, melalui Muktamar NU di Lirboyo Kediri, JQH Nahdlatul Ulama berubah menjadi Badan Otonom lagi hingga sekarang.

Baca Juga:  Amati Gerhana Matahari Cincin, LFNU Pilih Dam Lebak Jabung Tempat Pengamatan

Perjalanan panjang itu, dengan jasa para muassis JQH, Ustad Fatkhur Rahman berharap agar kelak, pengurus selanjutnya di JQH NU Kab. Mojokerto, mampu mengemban tugas secara serius untuk memajukan organisasi.

Senada dengan Ustad Fatkhur Rahman, KH. Abdul Adzim Alwi, Ketua PCNU Kab. Mojokerto berharap agar kepengurusan JQH NU Kab. Mojokerto terus menata diri dan ikut bergeliat bersama dengan Banom-Banom lainnya. Kata alumnus Pondok Pesantren Al Falah Kediri itu, sesuai dengan AD/ART, Badan Otonom harus memiliki kepengurusan dari tingkat PC hingga Ranting.

“Para penghafal Al-Quran di Jawa Timur itu, paling banyak ada di Mojokerto. Karenanya pengurus JQH harus memaksimalkan penghafal al-Quran yang banyak itu untuk membuat kepengurusan dari PC hingga Ranting” tukas KH. Abdul Adzim.

Menanggapi seruan dari KH. Abdul Adzim agar JQH terus berbenah dalam struktur kepengurusannya, KH. M. Zainul Arifin, Ketua JQH Jawa Timur, mengapresiasi seruan itu. Dan JQH Propinsi juga akan membuat JQH Award agar struktur keorganisasian JQH di daerah daerah bisa berlomba memperbaiki diri. Hanya saja, kata KH. M. Zainul Arifin, JQH memerlukan dukungan dari elemen khususnya pemerintah, dalam hal ini pemerintah kabupaten Mojokerto. Ketua JQH Jawa Timur itu menyatakan selama ini, dibeberapa daerah dukungan pemerintah kurang maksimal terhadap para Quro’ dan Huffazh.

Baca Juga:  Lazisnu Jetis menyantuni Yatim Piatu lakardowo

Menanggapi tuntutan dari Ketua JQH NU Jawa Timur tersebut, Didik Khusnul Yaqin yang mewakili Bupati Mojokerto yang berhalangan hadir menyampaikan bahwa selama ini pemerintah Kabupaten Mojokerto telah melakukan perhatian yang khusus kepada para penghafal al-Quran. Seperti mengundang waktu pergantian tahun baru baik tahun baru Masehi maupun tahun baru Hijriah. Juga pada saat haul Syekh Jumadil Kubro selalu melibatkan para penghafal al-Quran. Hanya saja, ia mengakui, bahwa perhatian untuk para Quro’ belum maksimal. Karenanya ini akan menjadi bahan musyawarah ke depannya, agar para Quro memperoleh perhatian yang semestinya.

“Intinya kita mensuport pada JQH ini. Dan kita berharap JQH selain membaca dan menghafal al-Quran juga membantu masyarakat untuk mampu mengamalkan nilai nilai al-Quran” tukas mantan Camat Dawar Blandong itu. (Isno)