Tanggal 28 Agustus 2022 adalah hari yang bersejarah bagi Mojokerto, sebab pada tanggal tersebut Bu Nyai Nusantara dan PC. RMI-NU Mojokerto menyelenggarakan Deklarasi Pesantren Tolak Perundungan dan Kekerasan Seksual.
Acara yang dihadiri oleh Bupati beserta Wabupnya serta 100 peserta yang terdiri dari pengasuh pesantren Mojokerto Kabupaten dan Kota memenuhi area seminar yang bertempat di PP. Raudlatun Nasyiin Mojokerto di antara puluhan pesantren di Mojokerto, terpilihlah pesantren ini sebab ta’dzim kami terhadap pengasuhnya yang masih sugeng yakni Nyai Hj. Thowilah, beliau Bunyai sepuh nan alim di Mojokerto yang usianya 100 tahun lebih (semoga Allah memanjangkan umur beliau serta memberkahi beliau selalu).
Sebelum deklarasi, terdapat seminar yang dihadiri oleh 3 narasumber:
1. Dra. Nyai Hj. Choirun Nisa, M.Pd. (Pengasuh PP. Raudlatun Nasyiin dan Wakil Bupati Mojokerto 2010-2015)
2. Dr. KH. Ali Muhsin, M.Pd. (Pengasuh PP. Darul Ulum Jombang & Penulis Buku “Mencegah dan Menangani Kekerasan di Sekolah” dan “Pesantren Ramah Anak”)
3. Dr. Nyai Hj. Luluk Farida Muchtar, M.Pd.I. (Pengasuh PPAI Darun Najah Malang dan Pengasuh Program Merawat Cinta Kasih melalui Kitab “Uqudullujain” Radio Madina FM)
Bunyai Nisa ketika mempresentasikan materi “Pesantren Sebagai Nilai Luhur Islami” tak hentinya membuat saya menitikkan air mata, betapa tidak, beliau mengingatkan kembali bagaimana tirakat Kyai dan Bunyai pada zaman dahulu ketika mengasuh santri-santrinya, minim fasilitas namun output berkualitas. Kita rindu, rindu pada generasi gawagis dan nawaning yang harus meneruskan estafet kepemimpinan dengan pengabdian penuh, dzurriyah pesantren seharusnya melindungi santri, menciptakan ruang yang aman dan nyaman untuk menimba ilmu agama, menirakati santri, bukannya memperkosa santri, mencabuli, dan tidak mampu melindungi santri. Beliau kembali menegaskan untuk senantiasa taat kepada nilai luhur, bukan kepada sosok, meskipun ia adalah pimpinan pesantren.
Kyai Ali menyampaikan materi pesantren ramah anak dan bagaimana cara mendidik santri agar pesantren mampu menjadi ruang yang aman dan nyaman terhindar dari perundungan dan kekerasan seksual. Lebih luas lagi, Kyai Ali menyampaikan kepada para Bunyai dan Nawaning Mojokerto tentang managemen pesantren yang berkualitas, sekalipun banyak pengasuhnya namun semuanya bekerja sama dengan baik untuk mewujudkan kemaslahatan para santri. Menekankan para pemimpin pesantren untuk tidak mudah baper jika dalam suatu pesantren terdapat beberapa pengasuh.
Pada sesi terakhir yang tidak hanya berbentuk seminar. Ning Nyai Hj. Luluk Farida menyampaikan materi bagaimana mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di pesantren dengan model workshop, seluruh Bunyai dan Nawaning diajak berdiskusi aktif tentang bagaimana cara menanggulangi perundungan dan kekerasan seksual, dialog yang interaktif dan peserta pun antusias. Nyai Luluk tidak hanya menyampaikan secara luwes tentang apa itu Islam rahmah, apa itu pesantren, apa itu sam’an wa tho’atan yang menjadi ciri khas pesantren. Terakhir beliau menyampaikan, bahwa Bunyai dan Nawaning harus serius menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di pesantren dan berjanji untuk berdiri bersama korban kekerasan dan perundungan. Sungguh menarik dan beliau amat sangat lihai menyampaikan materi dengan mudah dan dekat.
Terakhir, seluruh Bunyai dan Nawaning Mojokerto diajak untuk menandatangani serta memproklamasikan DEKLARASI PESANTREN TOLAK PERUNDUNGAN DAN KEKERASAN SEKSUAL yang dipimpin oleh Nyai Hj. Choirun Nisa’.
Isi dalam deklarasi pesantren merupakan buah pikiran Mbak Iva Misbah dan kami para pengurus di RMI-NU Mojokerto yang tak hentinya resah memikirkan kasus-kasus kekerasan seksual.
Isi deklarasi tersebut adalah:
Bismillahirrahmanirrahim. Kami Para Pengasuh Pesantren:
1. Siap mencegah terjadinya perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren dengan memasukkan materi pendidikan seksual dalam pengajaran di pondok pesantren.
2. Siap mencegah terjadinya perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren dengan mengaplikasikan perspektif kemanusiaan hakiki dalam kehidupan sehari-hari di pondok pesantren.
3. Siap mengawal kasus perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren dengan mengaplikasikan Maqashidus Syariah sebagai kerangka kehidupan dalam pengasuhan pesantren agar kemaslahatan manusia terwujud.
4. Siap menangani kasus perundungan dan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) anti perundungan dan kekerasan seksual.
5. Siap melindungi korban perundungan dan korban kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren agar korban bisa merasa aman dan nyaman kembali.
Besar harapan kami, tidak hanya regional Mojokerto yang melaksanakan deklarasi ini, namun seluruh pesantren di Indonesia, tidak hanya pesantren NU namun pesantren dengan organisasi atau afiliasi apa pun. Kami amat sangat berharap kita semua peduli dengan hal ini.
Tentu saja acara ini berjalan dengan lancar tanpa perlu repot kami membuat proposal keuangan terlebih dahulu, berkah tangan dingin ketua Bunyai Nusantara Mojokerto Ning Oya Hamidah Afif, juga para nawaning yang ikhlas mengerahkan tenaga dan dananya: Ning Adila Syifa Mahfudz, Ning Laily, Ning Mella, Ning Saadah Abadiyah, Ning Soma Impluex, Ning Varied Ophel, Ning Maftuha Sa’dyah Murtadlo, Ning Iva Tsu Cheng dan Ning Syifa Elmadani selaku sohibul bait, serta seluruh pengurus Bunyai Nusantara dan RMI-NU Mojokerto yang tidak bisa kami sebut satu-per satu. Perjuangan kita harus berlanjut, tidak berhenti sampai di sini. Ridloi ikhtiar kami ya Allah, selamatkan santri-santri kami.
Sumber: Catatan Ning Uswah