NU Online Mojokerto,
Pada seminar Nasional dengan tema mengungkap Fakta pemalsuan, penyisipan dan penyelewengan kitab kitab Ulama Ahlusunnah waljamaah yang diselenggarakan oleh Yayasan Syahama bekerjasama dengan lembaga lembaga PCNU Kab. Mojokerto, H. Muhyidin Fatah MA menyampaikan bahwa menjadi golongan Ahlusunnah wal jamaah merupakan anugerah yang patut disyukuri. Sebab golongan ini merupakan amanat dari hadis hadis Nabi yang bertebaran dalam berbagai riwayat. Dan juga merupakan golongan yang mayoritas dan para ulama telah bersepakat dengan keyakinan dari ahlusunnah waljamaah sendiri. Ia tidak mungkin sesat, sebab ia diikuti banyak ulama. Dan tidak mungkin mayoritas ulama bersepakat dalam kesesatan.
Faham faham yang bersebrangan dengan ahlusunnah waljamaah itu, kata Ustad Muhyidin Fattah, seperti penyakit anjing gila. Yang menular cepat ke otak otak manusia. Dan betapa sulitnya menyadarkan orang orang yang terkena penyakit ini.
Diantara golongan yang menyimpang adalah kaum mujasimah yang menyatakan Allah itu berjisim. Mereka katakan Allah itu berjarak dan berukuran. Dan betapa sesatnya keyakinan ini.
Faham faham yang menyimpang itu sesungguhnya dimulai ketika Islam menyerang ke berbagai wilayah. Dan banyak diantara penduduk suatu wilayah itu yang kemudian masuk Islam. Tetapi orang orang mereka masih membawa keyakinannya. Dan diperparah lagi dengan lemahnya penguasaan bahasa Arab, sehingga ajaran Islam menjadi salah dipahami.
Banyak faham faham menyimpang ini kemudian berkembang, bahkan menjadi gerakan gerakan masif. Gerakannyan pun tak sekadar mengembangkan massanya tetapi juga menyelewengkan kitab kitab ahlusunnah waljamaah. Dan dalam buku yang ditulis oleh Ustad Muhyidin Fattah MA, banyak mengungkap penyelewengan penyelewengan itu dari berbagai kitab yang diterbitkan oleh penerbit penerbit wababi.
Sementara itu, KH. Maruf Khozin, Direktur Aswaja Center Jawa Timur menyampaikan meskipun ada upaya upaya penghilangan jejak sejarah peran ulama salaf dan kehidupan salaf masa lalu dengan ragam tradisinya, tetapi bukti bukti sejarah ulama di masa silam tidak dapat dihilangkan begitu saja.
KH. Maruf Khozin mencontohkan makam para ulama yang memiliki kubah masa lalu di baqi. Beliau mengutip dawuh Al Hafidz Adz-Dzahabi:
ﻭَﻣَﺎﺕَ ﺳَﻨَﺔَ اﺛْﻨَﺘَﻴْﻦِ ﻭَﺛَﻼَﺛِﻴْﻦَ ﻓَﺼَﻠَّﻰ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻋُﺜْﻤَﺎﻥُ ﻭَﺩُﻓِﻦَ ﺑِﺎﻟﺒَﻘِﻴْﻊِ. ﻭَﻋﻠَﻰ ﻗَﺒْﺮِﻩِ اﻟﻴَﻮْﻡَ ﻗﺒﺔ ﻋﻈﻴﻤﺔ ﻣِﻦْ ﺑِﻨَﺎءِ ﺧُﻠَﻔَﺎءِ ﺁﻝِ اﻟﻌَﺒَّﺎﺱِ.
Abbas bin Abdul Muthalib wafat pada 32 H. Dishalati oleh Utsman dan dimakamkan di Baqi’. Di atasnya ada Kubah besar yang dibangun oleh Para Khalifah Bani Abbasiyah (Siyar A’lam An-Nubala’ 3/401)
Pentahqiq kitab tersebut yakni syekh Syuaib Al Arnauth menyatakan:
هذا كان في عصر المؤلف أما الآن فلم يبق لها أثر
“Kubah ini ada di masa Adz-Dzahabi (748 H). Sekarang sudah tidak ada bekasnya”
Apakah makam yang dibangun dan memiliki kubah tidak sesuai dengan tuntutan Islam? KH. Khozin mengutip pendapat Syekh Sulaiman Al-Jamal:
ﻭَﻣَﺤَﻞُّ ﺫَﻟِﻚَ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ اﻟْﻤَﻴِّﺖُ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ اﻟﺼَّﻼَﺡِ ﻭَﻣِﻦْ ﺛَﻢَّ ﺟَﺎﺯَﺕْ اﻟْﻮَﺻِﻴَّﺔُ ﺑِﻌِﻤَﺎﺭَﺓِ ﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻟِﻤَﺎ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﺇﺣْﻴَﺎءِ اﻟﺰِّﻳَﺎﺭَﺓِ ﻭَاﻟﺘَّﺒَﺮُّﻙِ اﻩـ. ﺣ ﻟ
“Larangan membangun kuburan itu selama mayitnya bukan ulama. Jika makam ulama maka boleh wasiat membangun kuburan ulama, sebab hal itu dapat menghidupkan ziarah kubur dan mencari berkah dari Allah -Alhalabi-” (Hasyiah Al Jamal 2/207)
Selanjutnya KH. Maruf Khozin menyorot makam Nabi Muhammad yang pernah pula hendak dihancurkan kaum wahabi. Tetapi beruntung atas jasa KH. Wahab Hasbullah makam Nabi Muhammad masih ada dan seluruh umat Islam bisa berziarah di makam beliau.