Pena  

Membedah Novel Titah Kiai, Biografi KH. Yusuf Hasyim

oplus_34

Saat acara bedah buku tentang Biografi di Jombang, saya tidak bisa hadir karena bertepatan dengan banyak kegiatan di sekolah. Karenanya saya kemudian ngulik info tentang acara tersebut di Youtube Tebuireng. Sayang livestreamingnya tidak maksimal. Suara kecil dan noisy. Sehingga tidak bisa menikmati acara secara intensif.

Pembicaranya pun tidak utuh membahas tentang sosok KH. Yusuf Hasyim. Waktu itu ada KH. Asep Saifuddin Chalim, KH. Abdul Chalim Mahfudz dan Dr. Aguk Irawan. Yang menjadi titik pembicaraan justru selebrasi dari KH. Asep Saifuddin Chalim yang support 100 % mendukung proses pengajuan KH. Yusuf Hasyim menjadi Pahlawan. Hal ini lantaran beliau telah berhasil meng-goal-kan KH. Abdul Chalim menjadi Pahlawan Nasional. Beliau bersama timnya kemudian memberikan pengalaman keberhasilan itu.

Dr. Aguk Irawan sendiri, pada moment itu, menurut saya tidak lugas dan utuh berbicara biografi KH. Yusuf Hasyim. Saya yakin orang yang tidak mengetahui apa apa tentang KH. Yusuf Hasyim, tidak akan faham apa yang dibicarakan bila tidak diruntutkan dari awal hingga akhir.

Karenanya, saya kemudian menghubungi Mas Habib, keponakan KH. Munasir Ali. Saya wawancara terkait dengan biografi KH. Yusuf Hasyim di Kantor Golkar Kabupaten Mojokerto. Sayang pada moment itu, Hp saya yang saya gunakan untuk merekam, mengalami gangguan. Tetapi beberapa titik, saya memperoleh secercah pengetahuan tentang sosok KH. Yusuf Hasyim. Dari sudut Mas Habib. Tentu itu dari hasil pengalaman Mas Habib berinteraksi dengan KH. Yusuf Hasyim.

Sewaktu saya bertamu ke rumah mas Faisol, jurnalis dan penulis sejarah Jombang, saya juga tidak membincangkan serius tentang KH. Yusuf Hasyim. Ia hanya bercerita bahwa beliaulah yang banyak memberikan data data kepada tim penulisan sejarah KH. Yusuf Hasyim itu. Ini saya akui, mas Faisol orangnya telaten dan rajin mengarsip bukti bukti sejarah.
Dan saat saya bertamu ke rumah Mukani, salah satu tim penulisan biografi KH. Yusuf Hasyim, saya diberi novel Titah Kyai yang menggambarkan biografi KH. Yusuf Hasyim.

Baca Juga:  Burdah Bait (3) dan (4) : Kerinduan Dengan Kekasih Hingga Deraian Air Mata Sulit Berhenti

Novel ini bagus. Membacanya menjadikan kita ingin terus membaca. Mengalir dan tidak ada plot plot twistnya begitu. Sayangnya masih banyak saya jumpai kata kata yang salah. Seharusnya ini tidak boleh terjadi, bila dalam penulisan ini sudah ada editornya.

Dr. Aguk Irawan ini sepertinya pengikut madzab yang menulis novel sejarah harus sesuai dengan sejarahnya. Sehingga novel yang merupakan sastra dengan “kebenaran imajinatif”, masih kurang terasa. Jadi membaca novel ini seperti membaca buku sejarah biasa. Eksplorasi tentang imajinasi KH. Yusuf Hasyim dimasa kecil, komunikasi dengan KH. Hasyim Asyari, dan Bu Nyai Nafiqoh juga kurang terasa. Pun dengan saudara saudaranya, porsi komunikasinya sangat sedikit.

Penggambaran tentang sosok KH. Hasyim Asyari oleh Dr. Aguk Irawan dalam novel Titah Kiai terasa kering. Hal ini saya peroleh dari kesan bahwa KH. Hasyim Asyari seakan tidak terlibat dalam proses pembentukan PETA, Hizbullah dan Sabilillah. Pun dengan Proklmasi. KH. Hasyim Asyari terkesan hanya focus ngaji di pesantren.

Pencekalan KH. Hasyim Asyari oleh Jepang pun tidak sedramatis film Sang Kyai. Apalagi minggatnya KH. Yusuf Hasyim ke berbagai kota, terasa mengalir, tidak tampak polemic polemic batin. Hal ini seharusnya dieksplorasi sehingga pembaca merasakan pergolakan batin KH. Yusuf Hasyim kecil.

Tapi di epic scine lain, saya memperoleh banyak informasi tentang sosok KH. Yusuf Hasyim. Misalnya saja tentang kedatanganya di Madiun sebelum terjadinya pemberontakan PKI, kemudian pertemuannya dengan istri beliau Siti bariah, tanpa melalui prosedur perjodohan seperti KH. Wahid Hasyim misalnya. Ini menarik. Meskipun lagi lagi tidak ada eksplorasi komunikasi dengan kakak-kakaknya, sehingga bisa memperoleh izin menikahi Wanita biasa.

Dan mungkin yang paling menarik bagi saya di novel ini adalah saat KH. Yusuf Hasyim di fitnah terlibat dalam perlindungan dan dukungan kepada DI/TII. Beliau kemudian dipenjara selama 40 bulan. Dan istrinya menemani dengan setia. Bahkan disidang siding militer, Aguk Irawan juga menjelaskan dengan detail. Dan menurut say aini scine yang paling mengena.

Baca Juga:  Suka Cita Kader PKD GP ANSOR Kecamatan Kemlagi, Usai Prosesi Pembaiatan.

Pun saat, KH. Yusuf Hasyim melakukan agitasi melawan PKI sebelum tahun 1965, dimana KH. Yusuf Hasyim menjadi Ketua Ansor. Beliau melawan agitasi PKI dengan agitasi pula. Sehingga orang orang NU berani melawan.

Aguk Irawan pun mendedahkan tentang perlawanan KH. Yusuf Hasyim pada Sukarno yang memberi tempat pada PKI. Ia kemudian menghimpun kekuatan untuk “melawan” Sukarno. Dan sejarah membuktikan Sukarno pascara 1965, tersingkir dari tampuk kepemimpinan berganti dengan orde baru dibawah komando Suharto.

Pada tahun 1965, KH. Yusuf Hasyim di dapuk menjadi pengasuh PP. Tebuireng. Bersamaan dengan itu, KH. Yusuf Hasyim juga ditawari oleh Suharto untuk menjadi anggota DPR GR. Dan KH. Yusuf Hasyim menerima. Karena, kata Aguk Irawan memaparkan pendapat KH. Yusuf Hasyim, DPR sudah tidak ada PKI-nya.

Selama menjadi anggota DPR, KH. Yusuf Hasyim menjadi anggota yang kritis. Terutama dalam isu keagamaan. Misalnya saja terkait dengan UU Perkawainan tahun 1974, banyak diwarnai perdebatan sengit. Dan KH. Yusuf Hasyim melawan pasal pasal yang berlawanan dengan syariat Islam.

Pun juga pada akhirnya KH. Yusuf Hasyim melawan dengan caranya, manakala orde baru melakukan Gerakan Gerakan yang mendiskreditkan NU. Puncaknya Orde baru ingin mengganti Ketua PBNU yang merupakan keponakan KH. Yusuf Hasyim, Abdurahman Wahid. Tetapi upaya penjegalan itu pada akhirnya berujung pada kegagalan.

Meskipun kerap berbeda pendapat dengan Gus Dur, toh keduanya tetap memperjuangkan kepentingan NU dan Umat. Sayang di novel ini tidak diketengahkan bagaimana intrik Gus Dur dan KH. Yusuf Hasyim. Sepertinya Kang Aguk Irawan harus ke Pekukuhan.

Mojokerto, 23 Mei 2025
Isno Wong Sayun