KOLOM  

LKKNU: Pernikahan Itu Perjanjian Agung

LKKNU merupakan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama. Suatu lembaga dalam struktural Nahdlatul Ulama yang memiliki tugas dan fungsi berperan dalam menyejahterakan keluarga serta masyarakat sehingga kehidupan keluarga sakinah dapat tercapai.

Di Kabupaten Mojokerto, LKKNU telah melakukan banyak pendampingan baik di kalangan keluarga NU maupun masyarakat umum. Tim NU Online Mojokerto berkesempatan mewawancarai Ibu Isfaiyah selaku sekretaris LKKNU Kabupaten Mojokerto.

Bu Is, sapaan akrab sekretaris LKKNU Kabupaten Mojokerto menceritakan bagaimana kiprah LKKNU dalam mendampingi pasangan suami istri, keluarga-keluarga di Kabupaten Mojokerto.

LKKNU memiliki program bernama Sidang Isbat Nikah, yakni permohonan pengesahan pernikahan siri yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sahnya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum. Maka target dari LKKNU Kabupaten Mojokerto ini adalah masyarakat Mojokerto yang status perkawinannya tidak tercatat. Tegas Bu Is, program isbat nikah sekaligus edukasi kepada masyarakat betapa pentingnya pencatatan nikah. Bu Is juga menghimbau kepada masyarakat agar tidak hanya memburu sahnya tapi tidak dilegalkan.

Tetapi dalam pelaksanaannya, ternyata respon dari masyarakat di luar dugaan LKKNU. Sidang isbat nikah dipahami lain oleh masyarakat. Masyarakat menganggap mereka cukup nikah sirri saja, nanti bisa ikut isbat nikah LKKNU untuk melegalkan pernikahannya. Akhirnya LKKNU melakukan konsolidasi bersama kepemerintahan Kabupaten Mojokerto dan kemudian bupati mengeluarkan instruksi kepada seluruh kepala desa dan camat di lingkup Kabupaten Mojokerto untuk mendata warganya yang sudah menikah tapi tidak tercatat, untuk segera diikutkan layanan isbat nikah. Tapi tentunya hal ini hanya dapat diikuti oleh yang proses pernikahannya sudah sah secara rukun pernikahan.

Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang pernikahannya tidak sah secara rukun nikah? LKKNU bekerjasama pula dengan Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag KESRA) untuk menanyakan tindak lanjut hasil instruksi kepada kepala desa. Apabila ternyata ditemui bahwa terdapat masyarakat yang pernikahannya tidak sesuai syarat rukun, maka LKKNU merekomendasikan agar dilakukannya nikah masal.

Selain isbat nikah, LKKNU telah berhasil mengadakan talk show bertemakan keluarga sakinah. Talk show ini diselenggarakan karena realita lapangan ditemui banyaknya kasus nikah sirri tidak sesuai syarat rukun. Banyak jamaah yang masih awam hukum fiqh, hanya sekadar pernikahannya dihadiri oleh sesosok ustad maka dianggapnya pernikahan tersebut sah. Padahal tidak semua ustad paham dengan hukum atau bahkan sanad keilmuan ustad tersebut masih perlu dipertanyakan lagi.

Baca Juga:  Buat Kamu Yang Sering Nuntut Suami

Bu Is kemudian menceritakan beberapa contoh kasus yang ditemui oleh LKKNU, seperti status perempuan masih ada yang menjadi istri orang, ada yang suaminya masih menjadi suami orang, ada yang istrinya sudah cerai tapi masih dalam masa iddah tapi melangsungkan pernikahan baru, ada pula yang walinya tidak sesuai dengan syarat sah nikah.

LKKNU juga menjalankan fungsi kepenghuluan, memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pernikahan. Bu Is mengatakan bahwa kehati-hatian perihal hukum munakahah itu memang harus. Tujuannya yakni mengedukasi masyarakat supaya sadar hukum tentang pentingnya pencatatan nikah. Selain untuk melindungi hak-hak hukum suami istri dan anak juga untuk jangan sampai terjadi nikah yang tidak sah banyak terbukti di lapangan.

Problematika Keluarga di Kabupaten Mojokerto

Kepada tim NU Online Mojokerto, Ibu Isfaiyah menceritakan bahwa LKKNU menemui berbagai macam problem keluarga yang terjadi pada masyarakat Mojokerto. Seperti pernikahan usia anak yang masih tinggi, tingginya talak cerai. Banyaknya kasus-kasus di lapangan yang terkadang jamaah NU tidak tahu seakan aman-aman saja masyarakat kita.

Bu Is menyampaikan bahwa dari serangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh LKKNU, diinginkan agar banom-banom NU seperti Muslimat, Fatayat, GP Ansor maupun IPNU dan IPPNU beserta PMII juga memiliki inisiatif ikut bertanggung jawab menangani kasus.

Bu Is menghimbau agar tidak hanya dianggap seolah-olah aman-aman saja sehingga rutinitas kegiatan di NU itu-itu saja tapi tidak disentuh untuk memberikan solusi problem-problem yang berhubungan dengan keluarga. Karena tak bisa dipungkiri, perihal kasus-kasus nikah tidak tercatat itu juga pun mayoritas diantara ustad-ustad yang mengaku NU. Itu kenapa legal formil sangat dianjurkan. Karena jika tidak, akan berdampak pada psikologis keluarga terutamanya kepada istri atau ibu dan juga kepada anak-anaknya kelak.

Baca Juga:  Gelaran Nikah Massal, PC LKKNU dan PC Muslimat NU Kabupaten Mojokerto Sahkan 50 Pasang Pengantin

Pernikahan Itu Perjanjian Agung

Pasutri yang cerai memang kebanyakan di usia kritis. Pada usia pernikahan memasuki tahun ke tiga sampai lima tahun. Di umur tersebut pasutri masih pada masa-masa penyesuaian. Itu menunjukkan betapa masyarakat kita belum memahami arti tujuan nikah. Nikah hanya diartikan sebagai cinta, maka apabila jadi merasa sudah tidak cocok ya bubar. Hal tersebut menurut Bu Is menunjukkan bahwa pernikahan sebagai tujuan ibadah.

Nikah tidak sekadar berbicara hak dan kewajiban. Ada tuntutan sebagai fungsi ubudiyah dia kepada Allah. Jika orang nikah itu tujuannya ibadah, maka disitu ada fungsi ubudiyahnya.

Nikah itu mitsaqon ghalidzon, komitmen perjanjian kokoh. Komitmen perjanjian dua manusia. Penyatuan dua karakter yang luar biasa mesti harus dibarengi perjuangan.

An-nikahu ‘aqdu ibahatin laa ‘aqdu tamlikin. Pernikahan adalah akad ibahah (pemberian izin) bukan akad tamlik (hak milik). Dalam ibahah sama sekali tidak mengandung hak milik. Ibahah hanyalah sebatas pemberian izin. Sementara wujud dan manfaatnya tetap dimiliki oleh pemiliknya, bukan milik orang yang diberi izin. Karena itu dalam ibahah tidak diperkenankan menjual, menyewakan bahkan meminjamkan ataupun diwariskan.

Disinilah letak bahwa rumah tangga merupakan suatu bentuk kerjasama bukan atas dasar tukar menukar. Andaikata sudah pada titik sepakat, maka berikutnya ialah pemberian izin.

Pemberian izin tidak berarti hanya dimiliki oleh satu orang. Tetapi dimiliki oleh keduanya. Tidak pula berarti satu orang lebih berhak atas lainnya. Pun hak bersenang-senang dalam pernikahan tidak bisa dimaknai dengan eksploitasi, penguasaan, penjarahan ataupun sejenisnya. Hal tersebut tidak bisa dilakukan sesuka hati sesuai halusinasi salah satu pihak, akan tetapi perlu adanya persetujuan antar kedua belah pihak.(*)