Kitab-kitab berwarna kuning kecokelatan itu tertata rapi di sebuah lemari kaca. Meskipun terlihat sedikit lusuh namun kitab itu masih memperlihatkan huruf huruf yang tereja dengan terang. Kitab itu, diyakini, merupakan kitab peninggalan Kyai Ilyas Penarip yang masih terjaga hingga sekarang ini.
Saat di temui oleh NU Online Mojokerto di kediamannya (18/02), KH. Rofi’i Ismai menuturkan, bahwa kitab – kitab itu adalah peninggalan dari Mbah Yai Ilyas dan Mbah-mbahnya dulu. Kertasnya lembut namun terasa seperti kulit.
“Sekilas di lihat memang terlihat seperti kertas. Namun, ketika disentuh terasa seperti kulit.” Tutur KH. Rofii Ismail.
Kitab kitabnya bermacam-macam sesuai dengan keilmuan yang ada dalam pendidikan pesantren seperti Nahwu, Shorof, Tasawuf, Fiqh, Mushaf Al Quran dan lain lain. Ada beberapa kitab yang merupakan buah tangan dari Kyai Ilyas, ada juga yang tidak diketahui penulis. Menurut KH. Rofii Ismail, keberadaan kitab kitab tersebut, bisa jadi merupakan rujukan ngaji dari santri Mbah Yai Ilyas mengajar santri santrinya.
“Kitab-kitab ini adalah tulisan tangan semua, isinya macam-macam, ada Tasawwuf, Nahwu, Shorof, Fiqih, dan satu Mushaf Al-qur’an yang ditulis oleh Mbah Yai Ilyas,” tutur Rois Syuriah NU Kota Mojokerto itu.
Selain kitab kitab untuk ngaji keilmuan pesantren, ada juga manuskrip tahlil yang diperkirakan usianya sekitar 200 tahun.
“Saya juga menemukan manuskrip tahlil dari kitab peninggalan mbah Kiai Ilyas (Penarip Mojokerto) yang berasal dari Kesesi Pekalongan dalam kitab tulisan tangan dari kertas kulit yang usianya lebih dari 200 tahun,” tambahnya.
Penemuan manuskrip tahlil ini menjadi bukti tentang misteri pembuat bacaan tahlil yang berkembang hingga saat ini. Manuskrip ini membuktikan bahwa bacaan tahlil sudah ada sejak lama, bahkan bisa jadi era walisongo.
KH. Rofii Ismail juga mengaku, bahwa ia juga menyimpan selembar surat tulisan tangan dari Kiai Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdlatul Ulama, yang ditulis dengan menggunakan huruf pegon. Dalam surat yang sudah dilaminating itu, terdapat keterang pada pojok kiri atas, bahwa surat tersebut ditulis pada tanggal 13 Rabius Tsani 1359 Hijriyah. Diperkiran Masehinya tahun 1940-an.
“Isi yang tertuang dalam surat tersebut saya belum mengetahui apa yang ditulis dan ditunjukkan siapa oleh Mbah Yai Hasyim Asy’ari, dulu banyak, sekarang tinggal satu itu, sebab surat-surat sudah saya simpan sejak masih muda, saya letakkan di dalam kitab, baru ingat 20 tahun kemudian, nah sewaktu saya buka sudah robek dan tinggal satu itu” terangnya sambil tersenyum.
Ia mengaku, kalau kitab-kitab ini semua sudah diarsipkan oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dan juga menjadi bahan penelitian skripsi.
“Tak jarang ada orang datang kesini untuk melakukan penelitian, bahkan ketika saya uploud di Facebook, banyak orang luar negeri yang juga ingin tahu. Sebenarnya kitab peninggalannya banyak, karena takut tidak bisa merawat, akhirnya saya titipkan di saudara, saat ini yang ada disini ada 10 kitab,” pungkasnya. (lut)