Trowulan, NU Online Mojokerto –
Kiai Syafii, Syuriah MWC NU Trowulan dalam mauidhah hasanah di Musholla Baiturrahim Dusun Brumbung Desa Jambuwok menceritakan sebuah hadits tentang hari kiamat dan cinta nabi dari Anas bin Malik:
نْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ رَجُلاً قََالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، مَتَى السَّاعَةُ ؟ قَالَ : وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ ؟ قَالَ : لاَ ، إِلاَّ أَنِّي أُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ ، قَالَ : فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ .قَالَ أَنَسٌ : فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ ، بَعْدَ الإِسْلاَمِ ، فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : إِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Ada seorang lelaki datang kepada Nabi SAW, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, kapan Hari Kiamat tiba?’ Beliau bertanya kembali kepadanya, ‘Apa yang sudah kamu persiapkan untuk menghadapi Hari Kiamat?’ Lelaki tersebut menjawab, ‘Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Kemudian Rasulullah SAW berkata, ‘Sesungguhnya engkau akan bersama-sama orang yang engkau cintai’,” (Muttafaq ‘alaih).
Kutipan hadits ini menyampaikan bahwa bila kita mencintai Nabi Muhammad SAW maka akan dimasukkan dalam ummatnya Nabi Muhammad SAW. Tapi tentu cinta tak cukup hanya ucapan saja tapi perlu aksi nyata. Salah satu aksi nyatanya adalah menjalankan sunnahnya dan menjauhi larangannya. Dihubungkan dengan saat momen isra mi’raj, kita diingatkan kembali tentang turunnya perintah salat 5 waktu. Hal yang utama yang kadang kita lewatkan atau bahkan lalai dalam pengerjaannya.
Lebih lanjut, Kiai Syafii menyampaikan bahwa kekuatan NU ada di semangat beribadah salat berjamaah. Sesuatu yang mungkin kini hanya terlihat beberapa momen saja. Kiai Syafii kemudian menambahkan dengan mengutip hadits tentang amalan yang pertama dihisab adalah salat kita.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قاَلَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا )) رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيثٌ حَسَنٌ ))
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan.) [HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih].
Mengingat tentang salat berjamaah ada suatu riwayat dari sirah nabawi yang menceritakan sahabat Syaban RA yang berjalan hampir 3 jam jalan kaki dan selalu datang sebelum salat jamaah dimulai. Alasan sahabat Syaban RA adalah, suatu ketika Nabi Muhammad saw. pernah bersabda bahwa setiap langkah seseorang yang menuju masjid maka satu dosanya akan diampuni atau derajatnya dinaikkan satu peringkat. Hal inilah menjadi dasar sahabat Syaban RA memilih jalan kaki dengan jarak jauh untuk bisa salat berjamaah karena ingin mendapatkan derajat.
Kiai Syafii pun berkelakar kepada jamaah lailatul ijtima untuk berkeliling desa dahulu sebelum berangkat ke musolla atau masjid terdekat agar mendapatkan manfaat dan derajat seperti sahabat Syaban RA.
Melanjutkan kisah sahabat Syaban RA, saat sakaratul maut sahabat Syaban RA mengucapkan 3 kalimat “mengapa tidak lebih jauh, mengapa tidak yang baru, mengapa tidak semua.” 3 kalimat tersebut diucapkan sahabat Syaban RA saat diperlihatkan oleh Allah SWT pahala dan ganjaran atas perbuatannya yang pernah dilaksanakannya.
Pengertian yang pertama mengapa tidak lebih jauh, dimaknai sebagai jarak yang ditempuh saat menuju tempat salat.
Pengertian kedua, diperlihatkan saat musim dingin sahabat Syaban menggunakan dua lapis baju yang umum digunakan saat musim dingin dimana satu lapis pakaian yang jelek dan satu lapisan yang bagus. Hal yang dilakukan karena sahabat Syaban berpikir toh bagian luar hanya terkena debu jadi tak perlu bagus. Suatu saat pergi akan jamaah salat sahabat Syaban RA melihat ada orang yang kedinginan, dan akhirnya Syaban RA memberikan satu lapis baju luar yang jelek agar orang tersebut tidak kedinginan dan mengajaknya untuk salat berjamaah. Allah SWT memperlihatkan ulang kejadian tersebut dan disesali oleh sahabat Syaban RA karena tidak memberikan lapisan yang bagus karena saat memberikan lapis pakaian luar itu saja pahala yang diberikan sangat besar apalagi memberikan yang dalam yang bagus.
Pengertian ketiga, diperlihatkan saat sahabat Syaban RA ingin makan roti, ia didatangi oleh seorang yang pengemis yang menyampaikan bahwa belum makan selama 3 hari. Karena iba, sahabat Syaban RA membagi rotinya menjadi dua sama agar pengemis tersebut bisa makan. Allah SWT kembali menayangkan ulang dengan memberi ganjaran surga yang indah karena sadaqah yang diberikan oleh sahabat Syaban RA. Peristiwa ini pun disesali oleh sahabat Syaban RA karena tidak memberikn seluruh roti yang ada, karena setengah roti saja sudah mendapatkan ganjaran yang begitu besar. Bagaimana bila diberikan keseluruhan?
Hal yang diceritakan Kiai Syafii saat lailatul ijtima diatas setidaknya bisa menjadi pengingat bagi penulis maupun pembaca agar selalu menjaga salat berjamaah, memberikan yang terbaik baik untuk setiap sadaqah yang akan kita beri untuk orang lain.
Kontributor : Moch. Taufiq Zulmanarif (LTN NU Trowulan)