NU Online Mojokerto – MUI Kota Mojokerto menggelar Sarasehan Kebangsaan pada hari Selasa (29/11) di Masjid Al Fattah. Hadir dalam sarasehan itu Wali Kota Mojokerto, Ketua MUI Kota Mojokerto, Ketua PCNU Kota Mojokerto, Polres Kota Mojokerto, dan tamu undangan dari berbagai elemen ormas ke Islaman.
Dalam sarasehan tersebut hadir Gus Islah Bahrawi, Direktur Jaringan Islam Moderat, sebagai pembicara. Pada pemaparannya Gus Islah Bahrawi menyampaikan genealogi politik Islam. Dimulai dari pembunuhan Sayyidina Usman kemudian berlanjut pembunuhan Sayyidina Ali. Hal ini dikarenakan persoalan politik yang dikemudian merembet menjadi atas nama agama.
Gus Islah Bahrawi, menyampaikan bahwa umat Islam seringkali tidak bersatu ketika diberi kekuasaan politik. Gus Islah menyampaikan sesama NU akan bisa saling serang menyerang saat politik kekuasaan. Seperti saat ini antara Habib dan Kyai saling dihadapkan. Padahal selama ini dalam tradisi NU, habib diberi tempat khusus untuk penghormatan kepada dzuriyah. Sayangnya saat politik lebih mengemuka, saat ini ada habib habib yang justru menyerang para Kyai.
Lalu apakah umat Islam tidak boleh berpolitik?
Gus Islam Bahrawi menjawab, “Boleh, asalkan politik Islam digunakan untuk kemaslahatan umat. Bukan dengan membajak ayat untuk kekuasaan belaka.”
Selama ini Islamisme sering menggunakan dalil dalil agama untuk kekuasaan belaka. Sehingga dampak dari politik identitas, permusuhan menjadi abadi. Termasuk dalam hal ini organisasi organisasi radikal seperti HTI, MMI, Jabal Nusro dan lain lain sebenarnya tujuannya sama, politik.
“Mari kita beragama dengan tetap menjaga kemanusiaan” terang Gus Islah Bahrawi.
“Mari kita gunakan perbedaan sebagai kekayaan Allah atas penciptaannya”tutupnya.












