Pandemi Covid-19 yang masih berlanjut hingga hari ini memberi dampak samping pada setiap aspek kehidupan, mulai dari kesehatan hingga aspek pangan.
Aspek pangan ini begitu pentingnya sehingga kemudian para decision maker membuat kebijakan untuk mengamankan pangan suatu negara. Pengamanan pangan ini yang kemudian dikenal dengan istilah food security.
Food security, sesuai dengan namanya berfokus pada aspek pangan. Pembahasan dari food security bersifat dinamis, artinya berubah dari waktu ke waktu yang lain. Di tahun 1940-1950, keamanan pangan membahas distribusi komoditas pangan yang lebih ke luar negeri. Di dekade berikutnya, yaitu tahun 1960-an ditemukan fakta bahwa bantuan pangan yang bersumber dari luar negeri dapat menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan sektor swasembada, dan berdirilah program pangan dunia (WFP) sebagai solusinya. Kemudian terjadi krisis pangan pada tahun 1970-an penyebab negara-negara yang dulunya mengalirkan komoditas pertanian ke luar negeri kekurangan komoditas hingga akhirnya pasokan dan harga pangan menjadi tidak stabil, lalu muncullah skema ketahanan pangan dengan tujuan menjamin akses internasional ke pasokan makanan.
Di dekade selanjutnya, yaitu tahun 1980-an, muncul kesadaran bahwa krisis pangan terjadi bukan hanya karena kekurangan bahan pangan saja, melainkan juga disebabkan oleh penurunan daya beli dari kelompok sosial tertentu. Oleh karena itu, ketahanan pangan berkembang dengan mencakup akses fisik dan ekonomi ke pasokan pangan. Dan di tahun 1990-an, sebuah rencana untuk menghapuskan atau setidaknya mengurangi permasalahan kelaparan dan kekurangan nutrisi dibentuk.
Tentang permasalahan pangan ini, dilansir dari USDA (United States Department of Agriculture) dan IGC (International Grains Council), terdapat proyeksi penurunan 0,4% hingga 0,5% pada produksi padi global tahun 2020, dibandingkan dengan produksi pada tahun 2018-2019. Data ini juga didukung dengan kenaikan harga bahan pokok di Indonesia seperti gula pasir yang mencapai harga Rp 17.450 per kilogran dan bawang merah mencapai di atas Rp 50.000 untuk 1 kilogram.
Dari beberapa data yang sudah disebut, dapat diketahui bahwa negara kita sudah di ambang krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan melakukan berbagai upaya untuk mencegah krisis pangan terjadi dan mengembalikan kondisi harga pangan seperti sebelum pandemi.
Solusi yang sudah dilakukan oleh pemerintah adalah mengucurkan dana sebanyak Rp 99 triliun dalam alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Selain anggaran tadi, pemerintah juga melakukan upaya intensifikasi, diversifikasi, serta penguatan Cadangan Beras Pemerintah Daerah (CBPD), dan membangun Lumbung Pangan Masyarakat (LPM). Presiden Indonesia, Bapak Ir. Joko Widodo juga mengingatka kepada para pemerintah daerah untuk memperhatikan ketersediaan pangan di wilayah masing-masing dalam video conference pada Kamis, 22 Oktober 2020.
Selain solusi yang sudah diberikan oleh pemerintah, apa yang bisa masyarakat umum lakukan dalam rangka membantu mencegah Indonesia jatuh kedalam jurang krisis pangan? Menurut penulis, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan masyarakat. Yang pertama adalah tidak melakukan penimbunan atau istilah kerennya hoarding bahan pokok. Bersumber dari ketua satgas pangan Polri, Brigjen (Pol) Daniel Tahi Monang, sejak awal hingga akhir Maret tahun 2020 lalu, terdapat 15 kasus penimbunan pangan yang tersebar di Indonesia, dengan perincian Jawa Tengah dua kasus, Kalimantan Tengah dua kasus, Kalimantan Selatan tujuh kasus, dan Sulawesi Barat empat kasus. Penimbunan dengan tujuan untuk mengamankan pasokan pangan atau mencari keuntungan memiliki dampak yang besar bagi perekonomian di masa pandemi saat ini. Maka seharusnya tidak dilakukan karena sangat merugikan bagi orang lain dan negara.
Langkah kedua adalah mulai mencoba menanam sayur-sayuran yang mudah dan cepat masa panennya. Di saat pandemi seperti ini, pasti akan muncul rasa jenuh dan bosan di rumah saja. Maka bercocok tanam di rumah sendiri merupakan salah satu solusi untuk menghilangkan kebosanan sekaligus mencegah krisis pangan terjadi. Kenapa bisa mencegah krisis pangan terjadi? Karena jika bahan pokok yang dikonsumsi oleh seseorang dapat terpenuhi secara mandiri, maka ketersediaan bahan pangan akan aman sekaligus menjaga harga bahan pangan stabil.
Sayur-sayuran yang cukup mudah untuk ditanam dan masa panennya cepat antara lain tomat, kangkung, bayam, selada, dan cabai. Selain menanam sayuran sendiri di rumah, ada juga langkah lain yang bisa membantu mencegah krisis pangan yaitu membiasakan diri untuk membeli produk petani lokal. Karena produk-produk petani lokal inilah yang berperan penting dalam ketahanan pangan di saat pandemi, bukan produk-produk impor.
Karenanya sungguh disayangkan hingga saat ini masih banyak orang-orang yang lebih memilih bahan-bahan pokok dengan embel-embel impor karena merasa produk lokal kualitasnya jauh di bawah produk impor, nyatanya produk-produk pangan lokal saat ini sudah sangat bagus dan kualitasnya dapat bersaing dengan produk dari luar negeri.
Selain solusi yang sudah diberikan pemerintah dan solusi yang disarankan penulis, yang menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan ketahanan pangan di saat pandemi adalah sinkronisasi hulu-hilir. Maksudnya adalah semua elemen dalam negara kita ikut serta dalam menjaga ketahanan pangan, pemerintah pusat dengan kebijakan-kebijakan yang bertujuan menjaga pasokan makanan didukung dengan pemerintah yang senada mengawasi dan menjaga ketersediaan pasokan bahan pokok, serta masyarakat berperan aktif dengan membeli bahan-bahan pokok lokal.
Akhir kata, ancaman food security itu nyata, dan bisa kapan saja menyebabkan negara Indonesia jatuh ke jurang krisis pangan, tapi dengan keikutsertaan dan sinkronisasi antara pemerintah dan masyarakat masalah ini dapat diatasi dan tidak menjadi momok lagi bagi negara agraris seperti Indonesia.
Penulis : Abyan Sultan Ar-Rasyid Jauhar ( Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional UINSA Angkatan 2019)