KOLOM  

Bolehnya Nyekar Jelang Ramadan

Nyekar Jelang Ramadan

Di negara kita ada tradisi ziarah kubur menjelang Ramadan. Biasanya kuburan akan penuh peziarah dan penjual kembang. Nyekar berasal dari sekar yang artinya kembang. Yakni ziarah kubur dengan menabur kembang di atasnya. Masalah ini sudah saya jelaskan di status lama saya.

Kali ini yang dipermasalahkan soal penentuan waktu akhir Syaban. Takhsis inilah yang menurut ikhwan kita dituduh bidah. Benarkah tidak ada dalil tentang anjuran ziarah yang sifatnya tahunan? Ada, meskipun dinilai daif, yaitu:

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَأْتِي قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ رَأْسِ الْحَوْلِ فَيَقُوْلُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ قَالَ وَكَانَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يَفْعَلُوْنَ ذَلِكَ (مصنف عبد الرزاق ٦٧١٦ ودلائل النبوة للبيهقى ٣ / ٣٠٦)

Baca Juga:  Ada Tirakat dibalik Hafalan Al Quran-nya Gus Roqi Mojogeneng

Diriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim al-Taimi, ia berkata: “Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mendatangi kuburan Syuhada di awal tahun dan beliau bersabda: Salam damai bagi kalian dengan kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu (al-Ra’d 24). Abu Bakar, Umar dan Utsman juga melakukan hal yang sama” (HR Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf No 6716 dan al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwah III/306)

Redaksi riwayat Al-Baihaqi:

ﻳﺰﻭﺭﻫﻢ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺣﻮﻝ

“Nabi menziarahi mereka setiap tahun”.

Kedaifan riwayat ini karena kalau dari jalur yang disampaikan oleh Al-Baihaqi bersumber dari Al-Waqidi. Sementara dari riwayat Abdurrazzaq terdapat perawi yang tidak disebutkan namanya dan Muhammad bin Ibrahim yang menceritakan riwayat di atas adalah Tabiin, bukan Sahabat. Meskipun daif namun beberapa ulama ahli hadis tetap menerima riwayat tersebut seperti Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah.

Baca Juga:  Fadhilah Shalat Tarawih Lengkap Malam 1 Hingga 30

Dengan demikian tetap diperbolehkan ziarah kuburan kapan saja. Termasuk kapan saja adalah menjelang puasa. Terkait mengamalkan hadis daif sejak dulu ulama beda pendapat. Dan kita ikut pendapat yang membolehkan.

 

Penulis : KH. Maruf Khozin