KOLOM  

Berangan-angan dengan benar : Tadabur QS. An-Nisa’ : 32

Gus Fatih

 

وَلَا تَتَمَنَّوۡاْ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبُواْۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبۡنَۚ وَسۡ‍َٔلُواْ ٱللَّهَ مِن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا ٣٢

Artinya : “Dan janganlah kamu berangan-angan terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 32)

 

Setiap manusia punya potensi dan kelebihan sendiri-sendiri. Ada yang sudah tampak, sedang berproses, dan ada pula yang masih tersembunyi. Semuaya anugerah Tuhan. Ayat ini melarang kita tamak dan berangan-angan atas kelebihan orang lain, agar kita terhindar dari iri dengki (hasad) yang sangat berbahaya dan merugikan, baik secara fisik, kejiwaan, sosial, dan agama. Iri dengki merubah ketenangan menjadi kegundahan, kerukunan menjadi permusuhan, cinta kasih menjadi kebencian, menukar rahmat dengan murka, menghanguskan kebaikan laksana api membakar kayu bakar. Pada titik tertentu, kedengkian dapat menjadikan orang gelap mata menghalalkan segala cara untuk melampiaskan perasaan iri dengkinya. Konteks ayat ini yang jatuh setelah larangan memakan harta secara batil dan membunuh jiwa semakin mengukuhkan pesan di atas.

Berangan-angan di wilayah “Hak Prerogatif” Tuhan bukan pilihan sikap yang baik. Berdasarkan informasi beberapa riwayat, turunnya ayat di atas dilatarbelakangi oleh sejumlah peristiwa, antara lain angan-angan (tamanni) Ummu Salamah untuk menjadi laki-laki karena bagian warisan laki-laki dua kali bagian perempuan, dan peluang memperoleh pahala besar dan mati syahid dalam peperangan. Riwayat lain melaporkan, sebagian perempuan berharap dosanya perempuan setengah dari dosa lelaki, seperti halnya bagian warisan mereka juga setengah dari bagian laki-laki. Sebaliknya, pihak lelaki berharap kelak diakhirat mereka diutamakan atas perempuan sebagaimana mereka diutamakan atas perempuan ketika di dunia. Angan-angan dan harapan seperti di atas dinamakan tamanni, yakni mengharapkan sesuatu yang sangat sulit bahkan tidak mungkin terjadi.

Sejatinya, setiap orang punya kelebihan atas orang lain sesuai potensi dan bidang masing-masing. Si A unggul atas Si B dalam hal tertentu, tetapi Si B unggul atas Si A dalam hal yang lain. Itulah sunnatullah, sehingga antara satu dengan yang lain saling membutuhkan dan saling menghargai. Sebagian lelaki memiliki kelebihan atas sebagian lelaki yang lain, dan sebagian perempuan memiliki kelebihan atas sebagian perempuan yang lain. Laki-laki memiliki kelebihan atas perempuan, dan perempuan juga memiliki kelebihan atas laki-laki. Dalam batas tertentu, ada ketentuan syariat yang Allah khususkan untuk laki-laki, dan ada pula yang dikhususkan bagi perempuan. Tidak sepatutnya bagi laki-laki maupun perempuan berangan-angan dan menuntut apa yang menjadi kekhususan yang lain. Bagian warisan laki-laki dua kali bagian perempuan karena laki-laki berkewajiban menafkahi keluarganya, sementara perempuan memperoleh separuh bagian laki-laki karena nafkahnya telah ditanggung oleh suaminya. Medan peperangan menuntut keberanian dan keperkasaan, sehingga lebih tepat diwajibkan kepada kaum lelaki, sementara mengurus keluarga dan merawat anak membutuhkan kelembutan perasaan dan naluri keibuan yang lebih sesuai bagi perempuan.

Malam identik dengan ketenangan dan kelembutan. Pas untuk isturahat. Sedangkan siang identik dengan sinar terang penuh semangat. Cocok untuk bekerja. Keduanya tidak bertentangan tetapi justru saling mendukung dan menyempurnakan. Istirahat di malam hari menjadikan fisik kita bugar, pikiran jenih, sehingga bisa fokus dan maksimal bekerja di siang hari. Sebaliknya, ketika kurang istirahat di malam hari, maka tubuh menjadi tidak prima dan kurang konsentrasi, sehingga aktifitas dan pekerjaan di siang hari tidak maksimal. Perempuan ibarat malam, lelaki laksana siang. Masing-masing menjalankan tugas sesuai potensi dan perannya. Bekerja sama, saling mendukung, memerankan diri sebagai hamba dan khalifah Tuhan. Inilah makna penting yang diisyaratkan oleh QS. al-Laili ayat 1-4 :

وَٱلَّيۡلِ إِذَا يَغۡشَىٰ ١  وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ ٢  وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلۡأُنثَىٰٓ ٣  إِنَّ سَعۡيَكُمۡ لَشَتَّىٰ ٤

Artinya : “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). Dan siang apabila terang benderang. Dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.”

 

Adapun berangan-angan dan berobsesi di wilayah kasbiyah (bisa diusahakan dan tidak menyalahi ketentuan) dengan sepenuh kesungguhan dan usaha ekstra tentu saja dibolehkan, bahkan dianjurkan. Tidak sekedar angan-angan kosong, berangan-angan lalu bersantai memanjakan diri dalam kemalasan dan pengangguran. Ini jelas terlarang. Menyita waktu dan energi secara sia-sia. Prof. Quraish Shihab berpendapat, kata iktasabuu dan iktasabna  dalam ayat di muka, terambil dari kata kasaba. Penambahan huruf ta’ pada kata tersebut dalam berbagai bentuknya berfungsi untuk menunjukkan adanya kesungguhan serta usaha ekstra. Menurut M. Abduh, pemilihan kata iktisab bukan kasab dalam konteks larangan melakukan tamanni ini sangatlah sesuai. Seakan-akan Allah hendak berpesan, bahwa “Apa-apa yang kalian angankan dan inginkan itu hanya bisa dicapai dengan kesungguhan dan kerja keras, bukan dengan santai-santai dan angan kosong semata.”

Namun demikian, kiranya penting disadari oleh manusia, bahwa ada banyak variable yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dalam setiap usaha. Tidak semuanya diketahui dan dapat diprediksi. Orang menyebut ada factor X, faktor keberuntungan, dan semacamnya yang berada di luar kendali manusia. Maka, sebagai muslim yang meyakini Kemahakuasaan Tuhan dan menyadari keterbatasan diri, tidak sepatutnya hanya mengandalkan ikhtiyar dan usaha lahiriyah, tetapi juga sangat penting untuk berdo’a memohon karunia dan pertolongan Allah SWT. Oleh karena itu, setelah mengisyaratkan pentingnya kesungguhan dan usaha keras (iktisab), ayat di atas mengingatkan Was’alullooha min Fadhlihi (dan mohonlah kepada Allah dari karunia-Nya). Penutup ayat di atas menyatakan, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Allah Maha Berilmu. Dia mengajarkan sebagian ilmu-Nya, mendatangkan ilham dan inspirasi kepada manusia. Allah Maha Mengetahui kepada siapa dan kapan anugerah-Nya diberikan. Ilmu Tuhan tidak terbatas, sedangkan ilmu manusia sangat sedikit dan terbatas.

Ayat ini mengajarkan kita agar pandai-pandai mengelola dan mengarahkan angan-angan. Berangan secara realistis (terukur), positif, konstruktif, dan konsekuen. Angan-angan seperti ini bisa menghadirkan energi dan power yang memacu produktifitas dan kreasi-kreasi baru yang bermanfaat bagi kehidupan. Menerima ketetapan Tuhan dengan hati ridho dan ikhlas. Memadukan antara ikhtiyar lahir dan batin. Usaha ekstra dan doa ekstra. Bekerja keras, cerdas, dan ikhlas. Dan menyadari keterbatasan diri dan kemahakuasaan Tuhan. Adapun berangan-angan di luar daya jangkau bahkan melampaui batas kewenangan sebagai hamba/ manusia tentu sia-sia. Berpanjang angan-angan kosong tanpa usaha nyata akan menimbulkan ejekan dan gelak tawa. Orang bilang, seperti pungguk merindukan bulan.

Demikian, semoga bermanfaat. Salam Sukses Bersama Al-Qur’an.

Walloohu A’lam bish Showaab.    

 

Penulis : Dr. H. M. Fatih Masrur, M.Fil.I

(Dewan Pakar LPTNU Kab. Mojokerto Masa Khidmat 2018-2023. Katib Majelis Ilmi JQHNU Kab. Mojokerto Masa Khidmat 2020-2025. Kabid. SDM JHQ Kab-Kota Mojokerto Masa Khidmat 2016-2021. Pengasuh PPTQ An-Nawawiy, Mengelo Utara, Sooko Mojokerto)

 

Daftar Bacaan : 

Syeikh Mutawalli asy-Sya’rowi, Tafsir wa Khwathir al-Imam al-Mutawalli asy-Sya’rowiy

Imam Fakhruddin ar-Rozi, Tafsir Mafatihul Ghaib

Syeikh M. Abduh, Tafsir al-Qur’an al-Hakim

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an