NU Online Mojokerto – Mengantisipasi gerakan radikalisme di lingkungan pelajar, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Mojokerto bekerjasama dengan Polres Kota Mojokerto menggelar Focus Group Discussion pada Sabtu (27/11/22) di rumah Rakyat Kota Mojokerto.
M. Imron M.Sos, Kepala Bakesbangpol Kota Mojokerto, menyampaikan, saat ini generasi muda kita, anak anak SMA, tubuhnya gemuk gemuk, mereka juga merokok. Dan juga berkembang menjadi pemakai narkoba. Bahkan sekarang coba coba melakukan aktivitas radikalisme.
” Anak anak remaja kita saat ini gemuk gemuk, merokok, bahkan memakai narkoba. Kenapa? Karena aktivitasnya ngopi di warkop. Bahkan sekarang coba coba melakukan aktivitas radikalisme” terang M. Imron.
Padahal, masih kata M. Imron, faham faham radikalisme semacam Ikhwanul Muslimin itu tidak laku di Mesir, tetapi menjadi laku di Indonesia.
” Di Mesir, Ikhwanul Muslimin sudah tidak laku. Tetapi di Indonesia mulai banyak peminatnya. Terutama anak muda. Ini berbahaya. Karena idiologinya mau mengganti idiologi negara” imbuhnya.
Kapolres Kota Mojokerto, melalui Wakil Polres Mojokerto menyampaikan bahwa faham radikalisme itu tidak boleh dikaitkan agama tertentu saja sebab semua agama memiliki potensi melakukan radikalisme.
Lebih jauh, ia menjelaskan, saat ini pemuda banyak disasar oleh kaum radikalis melalui sosial media. Hal ini dikarenakan para pemuda mudah digerakkan.
Statemen Wakapolres Kota Mojokerto ini dibenarkan oleh Sutrisno dan Lutfi, eks Napiter teroris asal Betro, Kemlagi. Lutfi mengaku, mendapatkan pengaruh radikalisme selain dipengaruhi oleh Ayahnya juga dari pergaulan pengajiannya saat usia sekolah. Waktu itu, kenangnya, ia sering berdebat dengan guru agamanya dan guru BK. Sampai sering bolos, tidak masuk sekolah demi kegiatan kegiatan latihan semi militer.
Lutfi, pernah masuk dalam organisasi Majelis Mujahidin Indonesia, Jaringan Anshor Tauhid, dan ISIS. Sampai kemudian Densus 88 menangkapnya. Dan dipenjara ia tersadarkan usai mendalami agama dari berbagai referensi para ulama.
Begitu juga yang dialami Sutrisno. Ia bercerita tentang awal mula masuknya menjadi teroris. Awal mula ia masuk ke kajian kajian. Tidak terasa ia menjadi eklusif. Sering menyalahkan pendapat diluar pendapat kelompoknya.
Kekerasan hati dan pikirannya, menjadikan ia sering memprovokasi jamaahnya untuk melakukan teror bom sehingga terjadilah teror bom di Surabaya. Ia kemudian ditangkap densus 88 dan bertaubat dari semua kesalahannya.