NU Online Mojokerto – Siapa yang tak kenal dengan ulama’ tersohor, tokoh inspiratif, pahlawan sekaligus pendiri sebuah organisasi keagamaan terbesar yaitu Nahdlatul Ulama’. Mbah Kyai Hasyim yang lahir pada tahun 14 Februari 1871 M/24 Dzulqaidah 1287 H di Gedang, Jombang, Jawa Timur. Dilahirkan dari rahim ibu yang bernama Halimah yang konon katanya dikandung selama 14 bulan. Melihat masa kehamilan yang berbeda pada umumnya dan diyakini oleh masyarakat Jawa dahulu, bahwa masa kehamilan yang panjang menandakan bahwa bayi yang dikandungnya kelak menjadi generasi yang cemerlang.
Nama masa kecil beliau adalah Muhammad Hasyim dan dinisbatkan Asy’ari dibelakang nama yang merupakan nama ayah beliau. Beliau ini putra ketiga dari 10 bersaudara. Dan beberapa sumber menyebutkan bahwa Kiai Hasyim ini mempunyai garis keturunan dari Sultan Pajang Jaka Tingkir. Beliau wafat di Jombang pada bulan Juli 1943.
Dalam pengembaraan intelektual, beliau menghabiskan perjalanan masa mudanya ke pesantren demi pesantren yang ada di Jawa dan Madura bahkan sampai ke Makkah. Beberapa pondok pesantren yang menjadi tempat beliau menimba ilmu diantaranya pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Langitan di Tuban, Trenggilis di Semarang, Kademangan di Bangkalan, dan Siwalanpanji di Sidoarjo.
Tahun 1892 beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan sekaligus menimba ilmu di sana. Konon katanya beliau menghabiskan waktu di Makkah selama 6 tahun lamanya. Sepulangnya dari Makkah beliau mendirikan pesantren Tebuireng di Jombang. Menurut catatan sejarah sejak kecil beliau sudah mendapat asupan ilmu-ilmu agama dari kakeknya Kiai Usman, karena sebelum usia 6 tahun beliau telah diasuh dan dididik olehnya.
Pada tahun 1876 beliau kembali ke orang tuanya, dengan pola asuh orang tua cerdas, ayahnya mendidik beliau sampai bisa menghafal al-Qur’an dan menguasai dasar-dasar pendidikan Islam. Hingga beliau menguasai bahasa Arab dan mengajar para santri yang pada saat itu usianya masih belia yaitu 12 tahun. Karena itu beliau menghabiskan waktunya dengan mengamalkan ilmu yang didapat sambil melakukan kajian-kajian ilmu lainnya ke beberapa daerah.
Sejak Kecil beliau memiliki jiwa kepemimpinan, dibuktikan ketika beliau bermain bersama teman seusianya, apabila ada konflik diantara mereka beliau selalu menjadi penengah. Sifat-sifat kepemimpinan tersebut melekat sampai akhir hayatnya. Teladan dari sifat-sifat beliau lainnya seperti jujur dan dapat dipercaya, dalam kesehariannya beliau benar-benar menjaga kepercayaan orang lain serta kiprah dan tekad beliau sebagai pendiri NU sangatlah kuat.
Beliau juga dikenal sebagai seorang yang lemah lembut dalam berbicara, namun tegas terhadap apa yang disampaikan hingga dakwah beliau dapat diterima oleh masyarakat. Kesabaran beliau terlihat saat berdakwah di Tebuireng dan warganya banyak yang meneror beliau bersama santrinya. Kepedulian beliau juga terlihat ketika memotivasi masyarakat dan santri untuk mandiri dengan belajar bercocok tanam. Salah satu karya terkenal beliau kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fi ma Yanhaju ilaihi al-Muta’allim fi Maqamati Ta’limihi. Demikian secuplik kisah beliau pendiri NU yang memberi inspirasi besar bagi kami penerus masa depan. Terus mengingat pesan beliau “Selagi muda janganlah nunda!”.
Kontributor LTN NU Dlanggu : Nailul