KOLOM  

Menghitung Kemungkinam Di Tengah Pandemi COVID-19

 

 

 

 

 

 

MENGHITUNG KEMUNGKINAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Sudah sekitar 3 mingguan, kebijakan lockdown telah ditetapkan di sebagian wilayah Indonesia. Banyak wilayah yang ditutup, jalan-jalan diblokade dan pelarangan menerima tamu asing. Aktivitas banyak yang terganggu, sekolah-sekolah diliburkan, kegiatan yang mendatangkan banyak massa di larang, ruang-ruang umum dibatasi. Semua orang pun diminta diam dirumah saja.

Meskipun baru berjalan kurang dari 1 bulan, sistem lockdown membuat sebagian besar masyarakat kehilangan pekerjaan. Mulai dari buruh pabrik, pedagang kecil, pengusaha tempat wisata, pelaku UMKM dan banyak lagi. Ditambah lagi, kegiatan industri yang besar terancam keberlangsungannya. Membuat angka pengangguran meningkat sangat tajam. Jadi bisa dibayangkan kompleksitasnya permasalahan ekonomi yang akan ditimbulkan.

Lockdown sangat menguji ketahanan ekonomi, terutama untuk wilayah perekonomian masyarakat rendah.

Saya pun memiliki asumsi seperti ini, belum ada satu bulan lockdown berlaku efeknya sudah seperti ini, bagaimana kalau diberlakukan selama 2 bulan atau 3 bulan bahkan mungkin 2 tahun. Bisa kita bayangkan dampaknya. (Untuk ukuran waktu dampaknya, silahkan berandai-andai sendiri berdasarkan info yang anda percaya).

Baca Juga:  Menangkap Makna Dibalik Merebaknya Virus Corona

Saya ambil kemungkinan terburuk, semisal lockdown mencapai 1 tahun. Ketika semua ketahanan ekonomi sudah benar-benar runtuh, bisa jadi akan muncul permasalahan lanjutan, yakni kejahatan. Kejahatan yang dilakukan dalam upaya untuk melanjutkan kehidupan. Karena secara naluriah, ketika kondisi sudah sangat mendesak, bukan tidak mungkin manusia akan keluar “tego mentolo” melakukan apapun untuk keberlangsungan kehidupannya. ( asumsi ini mengacu dengan fakta di Amerika, warganya sudah memborong senjata ).

Pertanyaannya, lalu apa yang harus kita lakukan ?

Pada akhirnya, ujung keberlangsungan hidup tergantung kemampuan manusia mendapatkan makanan. Di Amerika, memborong senjata kemungkinan dilakukan untuk mendapatkan makanan, entah itu merampas, menjarah atau untuk mempertahankan makanan dari upaya penjarahan yang lain. Potensi itu diukur dari ketidakmampuan orang Amerika untuk memproduksi makanan. Beda Amerika, beda pula di Indonesia. Negeri Gemah Ripah Loh Jinawi yang mendukung untuk memproduksi makanan. Seharusnya memiliki strategi untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan tadi. Sehingga memiliki ketahanan pangan mencukupi kebutuhan hidup selama lockdown. Entah itu dalam lingkup keluarga, kelompok, dusun atau bahkan desa.

Sebelumnya, saya harapkan pembaca serius untuk memikirkan potensi-potensi ini. Silahkan didiskusikan, direnungkan dan dikira-kira kan. Bagaimana cara melangsungkan kehidupan di tengah lockdown yang diketahui kapan berakhirnya. Terutama ketahanan pangan dalam lingkup keluarga. Dengan mulai memikirkan bagaimana bisa memenuhi kebutuhan makanan dalam jangka waktu yang lama. Semisal menyimpan gabah, umbi, jagung atau apapun makanan yang bisa tahan lama. Atau menghidupkan lagi warisan nenek moyang dengan membuat lumbung makanan. Sebagaimana juga pernah dilakukan Nabi Yusuf dalam upaya mengatur kehidupan Mesir untuk menjadi bangsa yang memiliki ketahanan pangan. Karena ditengah kondisi yang tidak bisa diprediksi ini, semua kemungkinan harus diukur. Potensi-potensi harus diperhatikan sekalipun itu terlihat khayal untuk saat ini. Tapi kita harus ingat, semua kemungkinan bisa terjadi. Jadi tidak salahnya kita mulai memikirkan ini.

Baca Juga:  Viral, Hoaks dan Anjuran Menyikapinya

Wallahuallam.

Rahmat (Kontributor LTN NU Kab. Mojokerto)