Membaca komentar di akun Instagram Trans7, tepatnya pada postingan permohonan maaf oleh Direktur Produksi Trans7, justru membuat pagi saya semakin hancur. Entah apakah mereka sekelompok buzzer atau memang akun asli, faktanya komentar-komentar yang pro terhadap Trans7 adalah bagian dari langkah-langkah jatuhnya moralitas.
Sebagai seorang santri, kita tidak boleh kalah dan jangan sampai terbawa arus. Sebuah kemaksiatan (tindakan amoral) yang mendapat publisitas tanpa adanya perlawanan (counter) akan sangat rawan dianggap wajar oleh masyarakat awam. Jangan sampai relativisme yang lahir dari subjektivisme menguasai cara berpikir kita dan masyarakat secara luas.
Saya jadi teringat pada tahun 2022, ketika topik pembahasan yang sedang trending adalah tentang studi gender. Dari viralitas tersebut, muncul berbagai klaim tentang adanya “gender baru” selain laki-laki dan perempuan. Terserahlah mereka mau mengatakan apa, tetapi ratusan tahun dari sekarang, ketika arkeolog menemukan tulang-belulang, mereka hanya akan menyebutnya male atau female (male 90° dan female 120°) — hanya itu.
Namun, mengapa zaman sekarang begitu sulit mengatakan “dia laki-laki” dan “dia perempuan”? Seolah-olah ayat-ayat sederhana seperti:
إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ
(“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.”)
— QS. Al-Hujurat: 13
dan
وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنثَىٰ
(“Dan demi yang menciptakan laki-laki dan perempuan.”)
— QS. Al-Lail: 3
menjadi sesuatu yang luar biasa dan seolah memang Allah siapkan untuk zaman kita — zaman yang penuh fitnah, di mana kebenaran tampak seperti kesalahan, dan kesalahan tampak seperti kebenaran.
Jangan hanya diam. Serukanlah kebenaran, meskipun sangat mungkin mereka akan menilai kita sok suci, apalagi jika yang kita sampaikan adalah dalil-dalil agama. Ingatlah, guru kita sering menyampaikan hadis untuk melawan kemungkaran:
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya — dan itulah selemah-lemahnya iman.”
(HR. Muslim, no. 49)
Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Beruntunglah kalian yang memiliki seorang guru. Semoga Allah senantiasa menjaga kita dan orang-orang yang kita cintai dari fitnah akhir zaman.
Penulis : Wafa
Editor : Moch. Taufiq Zulmanarif