KOLOM  

M. Masrur Yusuf ; Ulama Ahli Al Quran Asal Mengelo

Siapa sangka, bila Muji Slamet, si bocah nakal anak Juragan gethuk itu bisa menjadi Kiai Al Quran yang alim dan dihormati masyarakat luas di Mojokerto.

Ia terlahir pada tanggal 10 Juni 1948 di Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko Kab. Mojokerto dari pasangan suami istri, Muhammad Yusuf dan Sa’diyah. Muhammad Yusuf adalah seorang pengusaha serabutan, tetapi ia kemudian sukses dalam berjualan gethuk hingga mampu mempekerjakan tetangga dikanan kirinya.

Pasangan suami istri ini sebenarnya memiliki anak lebih dari satu. Hanya saja banyak yang meninggal sebelum beranjak dewasa. Hingga saat lahir dari anak kesekian kalinya, anaknya yang lahir itu, diberi nama Muji Slamet. Konon harapan dari Muhammad Yusuf, sang ayah, agar anaknya selamat hingga dewasa. Karenanya diberi nama Muji Slamet. Slamet memiliki makna selamat.

Masa kecil Muji Slamet dikenal sebagai anak yang nakal. Kenakalannya bukan terletak pada laku kemaksiatan tetapi lebih pada kejahilan pada anak anak seusianya. Rambutnya gondrong dan suka berkelahi. Ia kerap kali berlaku usil kepada teman sebayanya hingga mereka menangis. Kenakalannya membuat sedih orang tuanya. Orang tuanya kerap kali diprotes oleh tetangga kanan kirinya. Karenanya mereka ingin menghantarkan putra satu satunya itu menjadi anak yang saleh. Yang bisa merubah perilakunya. Yang kelak bermanfaat bagi sesamanya.

Riwayat Pendidikan

Muji Slamet menamatkan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Mangelo sendiri. Pada suatu ketika ia diminta mengantar dan menemani temannya mondok di PP. Semelo, Perak Jombang. Ia tinggal beberapa hari di pesantren tersebut. Lucunya, teman yang diantar mondok tidak kerasan justru Muji Slamet yang kerasan. Maka ia pun pulang ke Mengelo untuk meminta izin orangtuanya. Setelah memperoleh izin dan restu dari orang tuanya, Muji Slamet resmi mondok dan belajar ilmu-ilmu pesantren di PP. Semelo, Perak, Jombang. Di pondok inilah Muji Slamet kenal dan berteman akrab dengan KH. Masduqi Abdurrahman, seorang hafidz al-Qur’an, yang kemudian mengganti nama Muji Slamet menjadi Muhammad Masrur.

Beberapa tahun belajar di PP. Semelo, M. Masrur kemudian pindah ke PP. At-Tahdzib, Rejoagung, Ngoro, Jombang. Hanya sekitar 2 tahun belajar di pondok ini, M. Masrur kemudian diminta oleh Kiai Hasyim, tokoh agama dusun Mengelo, untuk boyong agar bisa membantu beliau mengajar di MI Manbaul Hidayah Mengelo, karena kekurangan tenaga pengajar. Dengan berbagai pertimbangan dan restu Kiai Ihsan Mahin, pengasuh PP. At-tahdib, M. Masrur pulang untuk mengabdi dan mengajarkan ilmunya di MI Mengelo.

Inilah periode di mana M. Masrur remaja mulai bergelut di dunia al-Qur’an. Pagi hari ia sibuk mengajar di MI Mengelo. Siang sampai sore Ia setor hafalan al-Qur’an di PPTTQ An-Nawawi, Jagalan, Kota Mojokerto, di bawah asuhan KH. Ismail Nawawi. Dari 11 Juni 1969 siang hingga 27 maret 1972 sore. Ia berhasil menyelesaikan hafalan al-Qur’annya selama 2 tahun 9 bulan. Dan tercatat sebagai santri pertama Kiai Ismail Nawawi.

Dalam ranah pendidikan formal, Muhammad Masrur berhasil memperoleh Ijazah PGA (Pendidikan Guru Agama) di Mojokerto. Ketika mendapat tawaran menjadi PNS Guru Agama, M. Masrur berkonsultasi kepada orang tua dan gurunya. Kiai Ismail Nawawi menyarankannya untuk fokus saja menjaga hafalan al-Qur’an dan mengajarkan ilmunya pada jalur swasta di Mi dan masyarakat Mengelo. Saran dan arahan Kiai Ismail itulah yang diambil oleh Masrur. Sesudah menikah, M. Masrur sempat kuliah di Fakultas Tarbiyah Unijaya Mojokerto. Namun hal itu tidak berlangsung lama, sehingga beliau tidak sampai tuntas menyelesaikan studi S1 nya tersebut.

Baca Juga:  Gus Fudin, "Gus Dur"-nya Mojogeneng

Titian Jalan Perjuangan

Sebagai anak pedagang, Muhamad Masrur memiliki jiwa entrepreneur yang terasah. Ia pernah melakoni beberapa usaha, mulai dari produksi permen, membuat topi, sandal/sepatu, toko pracangan, , dan bertani. Semua dilakukannya, sambil tetap menjaga dan merawat hafalan al-Qur’an dan mengajarkan ilmunya.

Namun suatu kali, sekitar tahun 1989, karena kesibukan dan aktifitas yang sangat padat ia jatuh sakit. Hingga satu tahun, yang mengharuskannya istirahat total. Pada saat sakit ini, Muhamad Masrur memperoleh isyarat isyarat yang kemudian dikonsultasikan kepada guru gurunya, KH. Ismail Nawawi dan juga KH. Achyat Halimi. Yang kesimpulannya, setelah Muhammad Masrur sembuh, ia harus fokus hanya pada dunia al-Qur’an dan keilmuan saja.

Setelah sembuh, mulailah datang santri untuk menghafalkan al-Qur’an. Awal mula santrinya berjumlah dua orang perempuan. Yang satu dari Surabaya, satunya lagi dari Mojokerto sendiri. Mereka berdua menginap di kamar kosong rumah KH. Muhammad Masrur. Lambat laun, santrinya pun bertambah, makin hari makin banyak. Selain menerima setoran hafalan al-Qur’an, KH. Muhammad Masrur juga mengajar al-Quran bin nadzor dan kitab kuning kepada warga Mangelo dan sekitarnya, pada pagi dan sore harinya. Mengisi pengajian rutin di beberapa tempat di Mojokerto dan sekitarnya.

Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Takmir Masjid Darusalam Mangelo. Beliau juga yang merintis dan mengembangkan Yayasan Hamalatil Quran (YHQ) di Kab/Kota Mojokerto bersama para tokoh Huffadz yang lain. Yayasan Hamalatil Quran (YHQ) saat ini telah berubah menjadi Jam’iyah Hamalatil Quran (JHQ), dengan jumlah anggota sekitar 1400 hafidz-hafidzoh se Kab-Kota Mojokerto.

Karena kealiman dan kiprah perjuangannya itulah maka masyarakat kemudian memanggilnya dengan sebutan KH. Muhammad Masrur Yusuf. Lebih dikuatkan lagi setelah beliau menerima santri di rumahnya. Maka pada awal tahun 1992-an berdirilah Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) An-Nawawiy untuk santri putri. Nama An-Nawawiy diberikan oleh KH. M. Masrur sebagai nama pesantrennya, sebagai wujud tabarrukan kepada gurunya, KH. Ismail Nawawi. Disusul kemudian berdirinya Tarbiyah Ta’limul Qur’an (TTQ, sekarang TPQ) An-Nawawiy pada hari Ahad Legi, 26 Juli 1992 M. / 25 Muharram 1413 H. TPQ ini memperoleh jumlah santri yang sangat fantastis, tidak kurang dari 250 santri. Sebab kala itu, belum ada TPQ di sekitar Mangelo. Hanya ada satu di Yayasan Islam Teratai (YAISRA), tetapi dirasakan sangat mahal. Karenanya TPQ An-Nawawiy Mangelo ini menjadi jujugan warga Mangelo dan sekitarnya.

Seiring dengan datangnya santri putra yang ingin mondok dan menghafalkan al-Qur’an, maka dibangunlah PPTQ An-Nawawiy Putra, yang diresmikan pada hari Selasa Pon, 28 April 1998 M / 1 Muharram 1419 H. Selanjutnya pada akhir tahun 2002, KH. Muhammad Masrur mendirikan Madrasah Diniyah Al-Qur’an An-Nawawiy (kini, MDTW An-Nawawiy). Madrasah Diniyah ini materinya tak sekadar membaca menulis al Quran sebagaimana dalam TPQ, tetapi lebih berkembang ke keilmuan Islam yang lebih luas seperti aqidah, akhlaq, fiqh, tafsir, hadits, bahasa Arab, tarikh, dan lain lain. Santri Madin ini, kini kebanyakan adalah siswa SMP Al-Qur’an An-Nawawiy dan santri wisuda TPQ yang kini berjumlah sekitar 150 anak.

Dalam mengelola pondok dan mengajar para santri dan masyarakat, peran Ibu Nyai Hj. Mustaghfiroh, istri Kiai Masrur, sangatlah besar. Beliau di samping mumpuni dalam kitab kuning, juga dikenal sebagai seorang da’iyah / muballighah. Saat menyampaikan pengajian atau tausiyah, beliau mampu menjelaskan materi secara jelas, bahasa yang sedehana, dan ditopang dengan contoh-contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga mudah dipahami. Ketika telah menjadi istri Kiai Masrur, Ibu Nyai Mustaghfiroh juga sempat menghafalkan al-Qur’an dan menyetorkannya kepada Kiai Masrur meski hanya sampai juz 15.

Baca Juga:  Dampak Embargo Produk Energi Rusia

Teladan KH. Muhamad Masrur Yusuf

Muhamad Masrur Yusuf memiliki teladan yang baik. Beliau adalah ulama ahli Al-Quran yang istiqomah membaca al Quran. Tiap hari beliau nderes/murojaah hafalan 10 juz. Dan oleh karena itu setiap tiga hari sekali beliau khatam al-Quran. Rutinitas ini beliau lazimkan baik dalam waktu yang senggang maupun sempit. Bahkan kadang, beliau harus “melek’an” untuk khatam al Quran, karena kesibukan disiang harinya. Bahkan di atas kendaraan pun, baik kendaraan pribadi maupun umum, mulut beliau seringkali terlihat melafadkan deresan al-Qur’an.

Selain istiqomah membaca al-Quran, KH. M. Masrur Yusuf juga ahli tahajud. Beliau dari masa santri hingga wafatnya tak pernah meninggalkan shalat malam. Bahkan ketika opname di Rumah Sakit pun beliau tidak meninggalkan shalat malam. Ba’da shalat malam, dzikir/wirid yang rutin beliau amalkan adalah membaca istiqfar 1000 kali, shalawat 1000 kali, hasbunallah wanikmal wakil 450 kali. Selain tentu saja keistiqomahan dalam shalat lima waktu berjamaah dan shalat dhuha.

Bada subuh, beliau menerima setoran al-Qur’an santri-santrinya baik yang hafalan maupun bin nadzor, hingga pukul 07.00. Bada ashar, beliau memantau kegiatan TPQ dan Madin sambil murojaah al-Qur’an. Ba’da maghrib beliau menerima kembali santri santrinya yang setor al-Qur’an. Pengajian kitab kuning dilaksanakan sesudah Isya’. Kitab yang beliau ajarkan adalah Tafsir Jalalain, at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, Ta’limul Muta’allim, dll.

 

Akhir Hayat KH. Muhamad Masrur Yusuf

Karena sakit yang dideritanya, maka pada sabtu malam Ahad Kliwon, tanggal 14 Desember 2002 / 10 Syawwal 1423 H. pukul 20.00, WIB, KH. M. Masrur Yusuf wafat meninggalkan keluarga, santri dan muhibbinnya. Isak tangis jamaah mengiringi kepergiannya. Pada hari Ahad, pukul 08.00 pagi, jenazah beliau dimakamkan di Komplek PPTQ An-Nawawiy. Bupati Mojokerto ketika itu, Dr. H. Achmadi, M. Si, turut hadir dan memberikan sambutan bela sungkawa atas nama masyarakat Mojokerto. Upacara pemberangkatan Jenazah dan do’a dipimpin oleh KH. Masduqi Abdurrahman, sesepuh huffadz Jombang.

Estafet dakwah perjuangan beralih ke penggantinya. KH. M. Masrur selain meninggalkan jejak perjuangan, juga telah memiliki putra putri yang berjumlah tujuh orang. Dan dari tujuh anaknya itu, semuanya adalah penghafal al Quran. Mereka adalah, Hj. Dewi Ashlihah, Dr. H. M. Fatih, S.Ag, M. Fil.I, Hj. Humairoh, H. Achmad Muchammad M.Ag, Jauharoh, H. Muammar Lutfi, M.Pd.I, dan H.M. Albazi Nurul Haikal, M.Pd. Kiai Masrur mendidik putra-putrinya dengan penuh kedisiplinan dan keteladanan, terutama dalam masalah ibadah, akhlaq dan al-Qur’an.

Kini, dengan bimbingan Ibu Nyai Hj. Mustaghfiroh beserta segenap putra-putri dan menantu, PPTQ An-Nawawiy berkembang semakin pesat. Tidak hanya luas lahan, bangunan, dan jumlah santri, tetapi juga unit pendidikan dan usaha. Sejak tahun 2017, telah berdiri unit pendidikan formal SMP Al-Qur’an An-Nawawiy. Juga berdiri Ma’wa Travel Umroh, Jam’iyah Istighotsah Rutin Bulanan, Kajian Tafsir al-Ibriz untuk umum, dan lain-lain.