Pacet, NU Online Mojokerto –
Siang itu, tepat 20 hari bulan Ramadhan 1444 H, hampir terlampaui, dalam suasana yg agak temaram karena sejak awal puasa Pacet hampir selalu diguyur hujan jelang sore hari. Dengan membawa sepasang keranjang di kanan kiri karena barusan dari sawah, sepeda motor itu tepat berada di Marka jalan untuk menyebrang menuju kediaman. Tapi tanpa disadari dari arah kanan sepeda itu tiba2 bruakkk.
Terpentallah sosok aktivis Ansor sekaligus Banser senior Pacet yang tidak pernah berhenti mengabdi di NU, paska menjadi Banser, sosok itu menjadi ketua Ranting desa yang terkenal sebagai sentra UKM makanan, Kemiri, Pacet, Mojokert, wajah dan kakinya berdarah-darah, bahkan patah tulang keringnya. Bertepatan dengan momen itu lewatlah mobil “dinas” sebuah rumah peribadatan dan pendidikan Santo Yusup, yang berpusat di kawasan selatan Pacet yang dekat dengan kawasan hutan lindung, mobil itu berhenti lalu sosok wanita berjilbab mengetuk pintu, agar berkenan antar korban ke seorang tenaga di sekitaran Sajen. Tapi karena parahnya cedera akibat insiden itu, sang para medis merujuknya ke rumah sakit yang representatif, mobil “dinas” itu, meski belepotan darah di dalamnya, masih bersedia antar korban ke rumah sakit yg sesuai dengan tingkat keparahan korban.(*)
Andai saja awak mobil tadi tahu bahwa yang ditolongnya adalah anggota Banser terlatih dan kawakan, tidak sekali misi kemanusiaan telah terlampaui, bahkan ketika harus menjaga kekondusifan peribadatan saudara-saudaranya sebangsa meski beda keyakinan, bahkan kegiatan peribadatan awak mobil penolong tersebut, hal-hal yang selama ini sering dinyinyir oleh sahabat yang sering merasa paling benar ber-Islam, tidak goyahkan kebiasaan satuan yang multiguna ini.
Namun meski tidak tahu dan kenal rupanya Allah SWT dengan sunnatullah menemukan mereka. Kejadian di atas telah tunjukkan, bahwa mereka yang berada pada frekuensi yang sama sering kali di pertemukanNya pada momen tertentu yang tidak terduga. Mereka “berjodoh dengan serasi” atas dasar kesamaan frekuensi kepedulian akan nilai kemanusiaan, meski keyakinan atau agamanya berbeda. Irhamu man fil ardhi, yarhamkum man fis samaa, sayangi yang ada di bumi, maka niscaya engkau akan disayangi oleh yang ada di langit.
Tidak yang sia-sia dari aktivitas menebar kasih sayang, dari jalan yang sering kali tidak kita perhitungkan Allah SWT akan membalas kasih sayang itu Nilai Kebersamaan, persatuan, saling tolong menolong inilah yang akan menjadi akar kebahagiaan sebuah negara, tidak ada satupun negara yang bahagia tanpa ada persatuan. Terlalu banyak contoh di luar sana, tercerabutnya tali kebersamaan, kehancuran negara itu sebagai fakta selanjutnya menegaskan kembali Falsafah dari sosok luar biasa, Gus Dur tentang kemanusiaan tidaklah terbantahkan, ” Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu. Mereka yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan,” mengutip ungkapan Sayyidina Ali.
Semoga nilai-nilai hikmah dari kejadian diatas memberikan dorongan lebih kuat kepada lestarinya kepekaan terhadap aksi kemanusiaan yang universal, sekaligus sebagai bantahan nyata terhadap para pembuli, pada Banser khusus bahwa aktivitas kemanusiaan mereka meskipun berbeda agama adalah aktivitas yg luhur yg harus senantiasa dilaksanakan. Wallahu a’lam bish shawab
@Pepatah barat yg bermakna bebas, Sebuah kebaikan pada saatnya akan dapat balasan kebaikan pula, @Imron MWC NU Pacet Mojokerto, Ika Pmii Mojokerto Raya
(*) Dikisahkan langsung dari sahabat Nur Ali (korban lakalantas sekaligus mantan Banser ancab Pacet).