Warta  

Harlah NU ke 97, PCNU Kota Mojokerto Hadirkan Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun Zubair

NU Online Mojokerto – Memperingati Harlah NU ke 97, PCNU Kota Mojokerto menggelar rangkaian acara. Pada minggu (15/03/20) setelah seharian mengadakan jalan sehat, malam harinya digelar pengajian umum dengan menghadirkan penceramah Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Ghofur dari Jawa Tengah.

Dalam mauidoh hasanahnya, Gus Ghofur menyampakan point point penting tentang ke NU-an. Gus Ghofur menyampaikan cara mendidik anak agar menjadi NU, itu harus diikutkan dengan kegiatan kegiatan NU. Seperti Gus Ghofur sendiri selama hidupnya selalu menjadi pengurus NU. Baik saat di kampung halamannya maupun saat ia menempuh pendidikan di Mesir.

Menjadi pengurus NU, kata Gus Ghofur adalah wasilah agar diakui sebagai santrinya Hadratus Syekh Hasyim Asyari. Dan pendiri NU itu bukan orang sembarangan. Karena Hadratus Syeikh, selain didukung kiai kia hebat juga memiliki sanad keilmuan yang jelas. Seperti Syekh Makhfuds At Tirmasy, Syekh Nawawi al Banteni, Syekh Sholeh darat, Syekh Khatib Minangkabau dll.

Kiai kiai yang bermanhaj ahlusunnah waljamaah dulu mengajarkan anti penjajah kepada santri santrinya. Sehingga banyak santri yang juga anti penjajah. Karena banyak santri anti penjajah, Belanda mencurigai kalau kitab kuning sebagai kitab yang diajarkan di pesantren mengandung ajaran nasionalisme. Di sarang dulu, kata Gus Ghofur, kalau di rumah ada kitab kuning oleh masyarakat dianggap sebagai orang yang anti belanda.

Baca Juga:  Peringati Hari Asyura, Remaja Masjid Baiturrahim Desa Sumberwono Gelar Santunan 20 Anak Yatim

Selain itu, Kiai Kiai kita juga mengajarkan toleransi kepada sesama. Seperti KH. Maskumambang dengan KH. Hasyim Asyari. KH. Maskumambang senang kentongan. Sedang KH. Hasyim Asyari tidak suka kenthongan. Meskipun berbeda pendapat diantaranya saling hormat menghormati perbedaan. Dan hal berbeda itu biasa dalam NU zaman dulu. Sekarang saja seakan terasa aneh.

Lambang NU itu memiliki banyak perlambang. Tasbih itu jumlahnya 99, menandakan asma Allah yang berjumlah 99. Dan talinya memperlambangkan habluminallah dan habluminannas. Bumi itu perlambang kehidupan manusia. Artinya kita berpijak di bumi, tidak di langit. Buminya pun bumi Indonesia. Karenanya hukum hukum harus diperuntukkan untuk keadaan di Indonesia. Karenanya muncullah Islam Nusantara.

Sebenarnya Islam ala NU diluar negeri itu banyak yang memiliki kesamaan. Hanya saja yang membedakan mereka itu tidak berada dalam organisasi yang mengakar rumput seperti NU.

Baca Juga:  Sidang Tata Tertib Konferensi MWC NU Berlangsung Alot

Banyak ulama ulama dunia yang datang dan ingin belajar ke NU untuk mencontoh membuat organisasi yang mengakar ke masyarakat tetapi tetap dengann koridor Islam yang damai dan moderat. Mesir juga belajar ke Indonesia. Mereka ingin Islam ala Al Azhar dalam bentuk harakah seperti NU. Afghanistan juga belajar ke NU. Bahkan mereka membuat organisasi NU di Afghanistan.

“NU beberapa langkah lagi, akan menjadi penentu dunia. Karenanya kita berbangga menjadi NU.” tutur Gus Ghofur. (Isno)