Tidak ada yang mengira, apabila calon wakil Bupati Mojokerto ini orang yang ahli dalam filologi. Ilmu yang sangat “ngetrend” di dunia pernaskahan kuno dan sejarah klasik. Dialah Muhammad Bara atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Bara.
Gus Bara merupakan putra sulung dari KH. Asep Saifuddin Chalim, sang Founding Father PP. Amanatul Ummah. Ia juga merupakan cucu dari KH. Abdul Chalim, seorang sahabat dan santri kinasih KH. Wahab Chasbullah, yang bersama sama mendirikan Nahdlatul Ulama.
Gus Bara lahir pada tanggal 11 November 1986 di Kota Surabaya. Ia lahir saat KH. Asep Saifuddin Chalim masih tertatih tatih menapaki kehidupannya yang masih terjal. Walau demikian, KH. Asep Saifuddin, memiliki tekad yang kuat untuk mencapai cita cita besarnya. Termasuk didalamnya, memberikan pendidikan yang terbaik untuk putra putrinya.
Sewaktu kecil, Gus Bara pernah dititipkan ke KH. Basori Alwi, pengasuh PP. Ilmu Al Quran Singosari Malang. Namun karena masih kecil dan juga tidak “krasan”, maka Gus Bara dikembalikan lagi ke orang tuanya.
Pada waktu usianya memasuki Sekolah Dasar, Gus Bara dipondokkan ke Pesantren al Munawariah Bululawang Malang. Di Pesantren yang diasuh oleh KH. Maftuh ini, Gus Bara selain mengecap pengetahuan dasar dasar ilmu agama dengan baik, juga menempuh pendidikan dasar selama empat tahun. Setelah itu, Gus Bara dipindahkan oleh KH. Asep Saifuddin Chalim ke PP. Nurul Qudus Beji Pasuruan. Di Pesantren yang diasuh oleh KH. Masud ini, Gus Bara mendalami Takhasus Al Quran.
Selesai menempuh pendidikan dasar dan ilmu al-Qurannya, Gus Bara melanjutkan pendidika MTS dan Madrasah Aliyahnya di Amanatul Ummah Surabaya. Sembari menyelesaikan sekolah formalnya, Gus Bara turut pula ngaji ke PP. Al Khozini Buduran Sidoarjo.
Sebelum berangkat ke Mesir, Gus Bara mematangkan ilmu ke-Islamannya ke PP. Langitan Tuban. Setelah itu ia menempuh pendidikan ke Al Azhar Mesir melalui beasiswa dari Kemenag. Di Al Azhar, Gus Bara mengambil jurusan Syariah Islamiah. Dan ia selesaikan pada tahun 2012. Karena pada tahun itu, istrinya masih menempuh pendidikan di Al Azhar, dan Gus Bara harus menunggu hingga sampai kelulusan istrinya, maka Gus Bara memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya ke jenjang yang lebih tinggi yakni S2 jurusan Filologi.
Namun belum sampai lulus, Gus Bara keburu dipanggil oleh orang tuanya untuk segera pulang dan mengasuh PP. Amanatul Ummah. Bersamaan itu pula, sang istri juga telah menyelesaikan kuliahnya. Karenanya, meskipun berat, mau tidak mau ia harus memutuskan kuliahnya ditengah jalan.
Tetapi keinginan mendalami filologi masih sangatlah kuat. Karenanya, meskipun telah disibukkan dengan aktivitas sehari hari mengurus Amanatul Ummah, Gus Bara tetap mencari Universitas di Indonesia yang membuka jurusan filologi
Melalui bantuan seorang kenalan, Gus bara mengetahui apabila di Universitas Padjajaran Bandung telah membuka jurusan Filologi. Karenanya ia memutuskan untuk kuliah di Universitas ini. Dan pada tahun 2015, Gus Bara dinyatakah lulus dengan predikat cum laude, setelah mampu mempertahankan tesis yang mengangkat karya karya Syekh As Samarkandi.
Setelah lulus S2-nya, Gus Bara langsung melanjutkan ke S3 di Universitas yang sama. Dan jurusan yang sama. Hingga sekarang, Gus Bara masih dalam tahap menyelesaikan Desertasinya. Tentang Sejarah Perjuangan KH. Wahab Chasbullah menurut catatan catatan peninggalan kakeknya, KH. Abd Chalim, dalam bingkai filologi.
Namun karena kesibukannya mengurus pesantren lebih lebih ketika ia disuruh maju untuk mencalonkan diri menjadi calon wakil bupati Mojokerto, maka proses penyelesaian desertasinya tertunda. Namun bukan putra KH. Asep Saifuddin kalau ia tak mampu menyelesaikan tugas yang diembankan kepadanya, ia berharap bisa sukses politiknya juga keilmuannya. Dengan bekal mendalami ilmu filologi, salah satu manfaatnya “bisa mendudukkan sesuatu semestinya”. (Is)