Setelah beredarnya kasus pondok pesantren di beberapa daerah yang dipropagandakan oleh media sosial, tidak sedikit komentar netizen yang justru beranggapan negatif terhadap kasus tersebut. Akibatnya, banyak di antara mereka yang akhirnya berpikiran buruk. Selain itu, muncul narasi-narasi yang bertentangan dengan ajaran pesantren.
Kondisi ini pada akhirnya memicu kerusuhan sosial serta menimbulkan ketidaknyamanan di kalangan oknum pesantren. Sebagai bentuk pembelaan terhadap ajaran dan budaya pesantren, sebagian dari mereka kemudian membalas komentar tersebut dengan bahasa yang kurang santun dan kurang dimaklumi, mengakibatkan emosi netizen semakin tersulut karena tanggapan dari pihak pesantren yang kurang etis itu.
Padahal al-Qur’an sudah secara terang-terangan mengajarkan kepada kita sebagai umat nabi Muhammad untuk mengajak orang lain, terutama orang awam dengan cara yang elegan dan mudah diterima, sebagaimana pesan yang ada dalam Surah An-Nahl ayat 125 :
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِیلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَـٰدِلۡهُم بِٱلَّتِی هِیَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِیلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِینَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
Ayat ini merupakan pesan langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad yang diajarkan kepada kita selaku umatnya agar lebih bijaksana dalam berdakwah. KH.M.Afifuddin Dimyati (Gus Awis) berpendapat dalam kitab tafsir beliau yang berjudul Hidayatul Qur’an Fi Tafsir Al-Qur’an bi Al-Qur’an terhadap Q.S. An-Nahl [16]: 125, sebagai berikut;
والمعنى: ادع أيها الرسول أنت ومن اتبعك إلى سبيل ربك بالقول المحكم والطريقة الحكيمة، وبالموعظة الحسنة التي تؤثر في قلوبهم، وجادلهم بأحسن طرق المجادلة من لين الجانب ورفق الخطاب
“Maknanya: Serulah—wahai Rasul—engkau dan orang-orang yang mengikutimu ke jalan Tuhanmu dengan perkataan yang bijak dan metode yang bijaksana, dengan nasihat yang baik agar dapat memengaruhi hati mereka, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara berdebat yang paling baik, berupa kelembutan sikap dan tutur kata yang halus.” (Tafsir Hidayatul Qur’an fii tafsir Al-Qur’an bil Qur’an, Dar Al-Nibras, Juz 2, Hal. 375)
Terdapat beberapa poin penting yang Gus Awis sampaikan melalui tafsirnya mengenai metode dakwah dalam ayat ini:
Pertama : cara yang seringkali kita lupakan dalam berdakwah, yaitu dengan perkataan yang bijaksana, seperti dalam memberikan komentar balasan kepada orang yang tidak suka kepada kita. Alangkah baiknya untuk tetap berkomentar dengan bahasa yang bijak dan benar, agar dapat diterima oleh orang lain.
Kedua : Metode yang benar. dalam mengajak kebaikan ataupun menegur orang lain, sebaiknya kita menggunakan cara yang Menyentuh hati, bukan sekadar menyalahkan dan Mengutamakan nilai rahmah, harapan, dan solusi.
Ketiga : Nasihat yang baik, sering kita temui banyak sekali orang yang memiliki niatan baik untuk menegur atau mengajak kepada kebaikan tapi yang disayangkan ia tidak menggunakan nasihat-nasihat yang baik dan benar, bahkan diselipi dengan bahasa kotor yang dapat memicu kemarahan orang.
Keempat : Berdebat dengan cara yang elegan. Kebenaran yang disampaikan dengan cara buruk akan tampak buruk. Sebaliknya, kebenaran yang disampaikan dengan adab akan lebih mudah diterima, lebih kuat pengaruhnya, dan lebih sesuai dengan misi kenabian.
Cara keempat ini, Gus Awis kaitkan surah An-Nahl [16]: 125 dengan Q.S. Al-Ankabut [29]: 46;
وَلَا تُجَـٰدِلُوۤا۟ أَهۡلَ ٱلۡكِتَـٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِی هِیَ أَحۡسَنُ إِلَّا ٱلَّذِینَ ظَلَمُوا۟ مِنۡهُمۡۖ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka,”
Dalam ayat di Surat Al Ankabut ini, terdapat makna tersirat yakni debat dengan cara yang kasar biasanya bertujuan mengalahkan, sementara Islam mengajarkan debat sebagai jalan menuju kebenaran.
Karena pada hakikatnya, hanyalah Allah yang menentukan hidayah kepada hambanya, sedangkan kita hanya diwajibkan untuk berdakwah menyampaikan apa yang kita pelajari, dan tidak diwajibkan untuk memaksa orang lain harus berubah total melangkahkan kakinya menuju kebaikan. Oleh karena itu Gus Awis melanjutkan tafsir-nya dengan redaksi:
إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله، وهو أعلم بالمهتدين، فليس عليك هداهم. والله هو الذي يهدي من يشاء
“Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pula yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Maka bukanlah kewajibanmu memberi mereka petunjuk. Dan Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Tafsir Hidayatul Qur’an fii tafsir Al-Qur’an bil Qur’an, Dar Al-Nibras, Juz 2, Hal. 375)
Perspektif Gus awis sudah sangat jelas bahwa semua perubahan seseorang menjadi baik itu murni karena Hidayah Allah SWT. dan tugas manusia hanya bisa berusaha mengingatkan yang salah. Kemudian beliau mengaitkan dengan surah Al-Baqarah [1]: 272;
كما قال تعالى: (لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَتْهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ) [البقرة: ۲۷۲]
Artinya: “Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Tafsir Hidayatul Qur’an fii tafsir Al-Qur’an bil Qur’an, Dar Al-Nibras, Juz 2, Hal. 375)
Dengan adanya nash Al-Qur’an seperti ayat diatas, semakin menambah kemantapan kita dalam beranggapan bahwa baik buruknya seseorang hanya Allah yang bisa merubah itu semua dan tugas kita selaku umat Nabi Muhammad hanya bisa berusaha semaksimal mungkin mengajak kepada kebaikan, selebihnya kita pasrahkan kepada Allah SWT.
Memang Media Sosial merupakan salah satu wadah berdakwah yang efektif sekali karena bisa dilihat dan dijangkau banyak orang tapi tidak menjamin bisa berdakwah dalam koridor yang islami, oleh karena itu pesan-pesan yang disampaikan oleh Al-Qur’an sebagaimana pemaparan ayat dan juga tafsir diatas, bisa membantu seseorang agar lebih bijak dan benar dalam hal berdakwah sesuai apa yang diajarkan oleh Syari’at Islam.
Ditulis oleh M. Suada’ Al-Hisyami
Mahasantri Ma’had Aly Darul Ulum Jombang












