NU Online Mojokerto –
Seperti yang telah kita ketahui bersama, dalam agenda Debat Kandidat Calon Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) yang diselenggarakan di Lantai 5 Gedung PBNU Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/4/2022) malam, wakil ketua umum PBNU, H. Nusron wahid menyampaikan bahwa PBNU ingin IPNU fokus pada pelajar, tidak perlu ada komisariat di kampus. Hal ini menimbulkan pro dan kontra. Apakah hanya itu jalan satu-satunya? Apakah IPNU yang harus disalahkan? Tanpa mengurangi rasa hormat dan ta’dzim pada jajaran PBNU dan para kyai. Dalam tulisan ini kami mencoba menanggapi wacana tersebut.
Sebenarnya pernyataan diatas ada baiknya dimana memang kita perlu juga fokus kembali ke pelajar. Pernyataan diatas juga menunjukkan bahwa PBNU akhirnya bisa menunjukkan perhatiannya pada segmen pelajar. Namun kami juga punya beberapa pertimbangan dan acuan yang harusnya bisa dijadikan poin ketika kita membicarakan hal tersebut.
Pertama, jika IPNU dirasa kurang fokus pada komisariat sekolah, alangkah baiknnya PBNU bisa melihat kebawah tanpa menyalahkan, saya rasa fokus tersebut juga dikarenakan masih kurangnya dukungan dari banom yang lain. Hemat penulis, ketika kita berbicara komisariat sekolah, maka perlu juga ada penekanan dan instruksi yang kuat dari banom yang membawahi sekolah-sekolah Maarif, ataupun jika terkait pondok pesantren, sebut saja LP Maarif dan RMI NU. Memang dari atas mungkin saja sudah ada kesepakatan dengan LP Maarif ataupun dengan RMI, tapi apakah kesepakatan itu sampai kebawah bahkan ditingkat cabang? Sehingga tidak bisa seenaknya IPNU yang dijadikan tempat salah-salahan, tidak bisa seenaknya juga PKPT dijadikan tumbal atas ketidakfokusan itu, jika yang panjang kukunya, yang harus dipotong ya kukunya bukan tangannya.
Kedua, jika usulan itu murni dari PBNU, duduk bersama mendengar aspirasi akar rumput adalah jalan keluarnya, tapi jika usulan itu dari kader yang tidak suka adanya PKPT itu menandakan ketidakmampuan dalam berorganisasi untuk disejajarkan dengan PKPT yang sekarang mulai naik daun, dan ibarat pohon semakin keatas, semakin kencang angin menerpa.
Ketiga, PKPT tumbuh dan berkembang tanpa mengusik yang lain, harusnya saling sinergi bukan merasa tersaingi.
Keempat, jika PBNU bisa melihat ke akar rumput justru sebaliknya bahwa PKPT bisa dimaksimalkan menjadi ujung tombak dalam pendampingan komisariat di sekolah.
Kelima, jika dikembalikan dalam khittah maka pendirian IPNU juga tidak lepas dari mahasiswa, bahkan secara aspek pedagogis IPNU lahir karena adanya keinginan untuk menjembatani kesenjangan antara pelajar dan mahasiswa di lembaga pendidikan umum dan pelajar di pondok pesantren.
Dalam hal ini kami memandang PKPT justru akan menjadi solusi dari keinginan PBNU yaitu IPNU bisa fokus pada komisariat sekolah, bahkan komisariat pondok pesantren juga. Seperti yang kita ketahui bahwa di IPNU sekarang itu terdiri dari 3 segmen;
1. Pelajar sekolah (siswa-siswi)
2. Pelajar Perguruan Tinggi (Mahasiswa)
3. Pelajar Pondok Pesantren (Santri)
Jika dirasa sekarang IPNU mulai merambah di kampus dan dianggap menjadikan sebab tidak fokus, maka dalam arti lain anggapan itu menunjukkan bahwa PKPT sudah memiliki nama dikampus, jika tidak, maka anggapan terkait PKPT yang menjadikan sebab ketidakfokusan, tidak akan berarti. Harusnya dimulai dari sudah besarnya nama IPNU dikampus, ini akan menjadi modal awal untuk selanjutnya bergerak secara masif di sekolah maupun pondok pesantren dengan memberdayakan kader PKPT, bukan sebaliknya malah ingin ditiadakan. Mungkin jika diibaratkan dalam kaidah fiqh:
ما لا يدرك كله لا يترك كله
[Ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluhu]
Sesuatu yang tidak bisa dilakukan semuanya, maka jangan ditinggalkan semua.
Seperti halnya masalah diatas jika IPNU belum bisa eksis lagi di sekolah maupun pondok pesantren, jangan sampai meninggalkan keeksisan itu semua dengan cara meniadakan PKPT. Namun yang paling pas dirasa adalah dengan menjadikan PKPT sebagai ujung tombak dalam pendirian dan akselerasi komisariat-komisariat baik di sekolah maupun di pondok pesantren.
PKPT akan menjadi efektif jika bisa membantu pendampingan komisariat karena 3 alasan:
1. Sama-sama IPNU,
2. Sama-sama berbentuk komisariat, dan
3. Sama-sama berada dalam lingkungan pendidikan.
Selain itu, ketika kader IPNU di sekolah akan melanjutkan di perguruan tinggi mereka akan menemukan kembali jati dirinya, dan inilah yang disebut kesinambungan dalam beroganisasi dan kesinambungan antar tingkatan.
Kadet PKPT juga dapat mewarnai dan menjadi nyawa baru dalam pengembangan organisasi IPNU ditingkatan lain, khususnya ketika kembali ke daerahnya setelah menempuh pendidikan dikampus.
Alternatif lain adalah ketika membicarakan kata “fokus” sebenarnya di IPNU sudah ada lembaga atau departemen yang menaungi 3 segmen IPNU diatas yaitu Departemen Jaringan Sekolah dan Pesantren serta ada Lembaga Komunikasi Perguruan Tinggi (LKPT). Sehingga dengan cara penguatan departemen dan lembaga tersebut sebenarnya IPNU sudah bisa fokus kembali ke komisariat tanpa mengorbankan eksistensi IPNU di segmen lain. Bukankah 3 segmen ini akan menjadikan IPNU menjadi lebih kuat jika tetap bersatu? Dan yang paling penting dari sekadar memberikan ancaman dan menyalahkan adalah lebih baik menguatkan sinergi dari IPNU, LP Maarif, dan RMI yang berhubungan erat dengan segmen garap IPNU.
Berangkat dari hal itu semua, sekali lagi tanpa mengurangi rasa hormat dan tanpa rasa ingin menyudutkan dan menyalahkan salah satu pihak. Hanya saja kami ingin membuat antitesa dari pernyataan wakil ketua Umum PBNU, agar wacana tersebut tidak liar dan ada aspirasi dari tingkatan bawah untuk menjadi pertimbangan.
*Rekan Ulin, Demisioner Ketua PKPT IPNU Unesa, Koordinator Departemen Jaringan Sekolah dan Pesantren PC IPNU Kabupaten Mojokerto