Warta  

Pertanian Terpadu di Skala kecil : “Sinergi Antara Sampah Organik, Ternak Ayam, dan Kehidupan Sosial”

Gambar hanya ilustrasi

Awal musim hujan adalah sebuah berkah yang sangat besar karena udara lebih sejuk serta air melimpah, namun juga bisa menjadi awal masalah lingkungan besar mulai, bila tidak terantisipasi sejak awal, utamanya sampah organik.

Ketika seorang sahabat lama sekaligus mentor dari kendal melakukan videocall tentang kegiatannya. Tanah sekitar 2000 meter yang  ditanami buah, memelihara macam2 unggas, ayam kampung, kalkun, entok, sowang ( mungkin ini menjadi awal orang inggris menyebut angsa dengan kata swan) adaptasi dari bahasa jawa yang berkembang di Jateng, menyebut angsa dengan sowang.

Di samping unggas, ada beberapa kambing etawa dan domba, juga kolam-kolam ikan sehingga nampak indah namun produktif, integrated farming, pertanian terpadu.

Sisi yang lebih menarik, sumber makanan hewan ternak tersebut banyak diambil dari sisa sayur di pasar. Pernyataan ini terasa ada benang merah dengan kegiatan yang kami lakukan, ada 25 ekor ayam yang kami pelihara, dengan 2 kali pemberian pakan, pagi dan siang. Bila siang hari kami cukup memberi 75% dari takaran pagi hari, karena ada tambahan makanan dari sisa- sisa dapur. 5 ekor ayam bisa tercukupi oleh limbah rumah tangga, dari sisa makanan untuk 5- 8 orang. Dengan limbah dari proses sebelum dan sesudah, penyediaan makanan  2 orang bisa memenuhi minimal 1 ekor ayam.

Baca Juga:  Bapak Camat Jatirejo Harfendi Setiyapraja SSTP. Msi Hadir di Safari Ramadhan

Bila dalam 1 RT ada sekitar 30-50 KK, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1983, pasal 5 ayat 2, mengatur pembentukan RT dan RW, dengan jumlah kepala keluarga maksimal 30 untuk desa dan 50 untuk kelurahan. Aturan ini, bersama dengan Permendagri 18/2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), menjadi landasan bagi pembentukan, pemekaran, penggabungan, dan penghapusan organisasi RT dan RW. Maka satu lingkungan RT apabila ingin mengelola secara mandiri sampah rumah tangganya dapat memelihara 50 ekor ayam di lingkungannya untuk mengelola sampah dengan manfaat yang beraneka ragam.

  1. Hasil ayam langsung, berupa telur bisa menggaji seorang pekerja pengelola kandang dan sampah.
  2. Bisa menghasilkan pupuk organik yang baik untuk kebutuhan di sekitar RT, penghijauan dan tanaman hias.
  3. Sarana pembelajaran, bahkan rekreasi utamanya bagi anak-anak yang hari ini interaksi antara anak dan lingkungan menjadi hal yang mahal, akibat terbatasnya lingkungan pendukung dan pengaruh gawai.
  4. Menjadi alternatif perekat bagi keharmonisan hubungan antar anggota RT, adanya kegiatan ternak bersama.
  5. Lingkungan yang sehat dan bersih karena tata kelola sampah organik dengan baik dan sangat mudah.

Tantangannya adalah model kandang yang tepat sehingga kandang ayam di tengah lingkungan sehingga keberadaannya tidak mengganggu, justru memperindah lingkungan. Model kandang postal, dengan kebebasan ayam untuk berinteraksi, lantai dasar tanah serta ternaungi ketika hujan sehingga selalu kering, dengan luasan 20 meter persegi untuk 50 ayam, hampir sama sekali tidak menghasilkan bau, apalagi bila sempat memberikan kapur atau dolomit yang sangat murah secara berkala, disamping untuk pengendalian bau sekaligus memperkaya unsur hara dari pupuk kandang yang dihasilkan. Juga aman termakan ayam, sebagai sumber mineral alternatif.

Baca Juga:  Buka Konferensi MWCNU Mojoanyar, Begini Pesan KH. Abd. Adzim Alwi

Langkah sederhana pengelolaan sampah, biaya minimal manfaat maksimal, tinggal kita mau memulai dan mencoba tanpa berfikir panjang tentang efek negatifnya yang mungkin ada tanpa tidak sebanding dengan manfaat besar yang akan kita terima. (Imron Rosyadi).