NU Online Mojokerto,
seorang novelis perempuan, Khilma Anis hadir dalam acara Meet and Greet yang diadakan oleh Ikatan Alumni Pondok Pesantren Roudlotul Nasyi’in, pada hari kami pagi (16/11) dalam rangka memperingati haul ke-32 KH. M. Arief Hasan. Acara ini digelar di Pondok Pesantren Roudlotul Nasyiin, Berat Kulon, Mojokerto mendapat sambutan luar biasa dari para santri. Tidak hanya santri Mojokerto, akan tetapi diluar mojokerto pun berbondong bondong hadi dalam kesempatan itu. Hal ini berkat novel karyanya yang berjudul Hati Suhita berhasil meraih best seller. Acara ini bertajuk “Menumbuhkan Potensi Literasi Santri”.
Ketua panitia acara Meet and Greet, Achmad Yani Arifin, menuturkan, bahwa, acara ini sengaja digelar untuk menumbuhkan dan menggugah semangat para santri untuk berliterasi, utamanya bagi santriwati. Kebetulan di Mojokerto banyak yang mengidolakan sosok neng Khilma.
Pada kesempatan itu, Ning Khilma Anis mengajak para santri untuk ikut serta mengkampanyekan literasi serta mengupas isi novel Hati Suhita.
“Menurut saya, santri saat ini harus sudah memulai untuk menulis, dalam artian mempunyai karya dalam bentuk buku. Semua santri pada dasarnya bisa menulis dengan memainkan media sosial, tinggal dilatih kejenjang selanjutnya seperti artikel, novel dan lain lain” jelasnya saat diwawanacarai NU online Mojokerto pasca acara.
“Pada dasarnya dalam novel Hati suhita sebenarnya saya ingin ada pemertaan skill jurnalistik di Pesantren, terlebih di daerah pelosok. Sebab ilmu jurnalistik adalah ilmu paling dasar menulis yang harus dikusai para santri. Jadi kalau santri sudah belajar jurnalistik, maka dia akan belajar berfikir kritis dan kemudia jika sudah terbiasa, dia akan memilih menulis dibidangnya masing-masing. Yang penting diciptakan dahulu adalam iklim jurnalistik yang baik” ujung wanita berparas cantik yang pernah menjadi anggota aktivis pergerakan sesama di bangku kuliah.
“Saya sejak kecil memang sudah hidup dengan wayang. Ada satu ajaran yang memang saya harus tularkan pada para santri. Semar itu pernah berpesan pada anaknya, ojok mati tanpo aran artinya jangan mati tanpa nama. Kalau dibahsakan secara simbolik, jangan mati tanpa punya karya, karya itu tak selalu berbentuk buku, bisa saja kebaikan. Tapi kalau dalam dunia literasi adalah buku. Karena karya yang banyak tidak diketahui orang bisa menjadi amal jariyah” pungkasnya.