Saya sudah mendengar tentang makam Mbah Taslim saat ziarah ke Makam Sayyid Marzuki Basyaiban-Manting. Saat itu, ada rombongan dari MWC NU Sooko yang melakukan ziarah ke makam makam di sekitaran Mojokerto. Mereka bercerita sebelum ke Manting, terlebih dahulu ke Makam Mbah Taslim Desa Sroyo Dlanggu. Saya pun penasaran dengan makam itu.
Kemudian saya menghubungi seorang kawan di daerah Dlanggu yang bernama Muhammad Fatoni untuk meminta dihubungkan dengan Ketua MWC NU Dlanggu, dan dari ketua MWC NU Dlanggu itu dihubungkan ke seseorang, yang ternyata adalah seorang kepala sekolah MI Dlanggu, bernama Sukowiyono. Setelah wawancara panjang lebar, saya direkomendasikan ke sesepuh desa Sroyo bernama Mbah Mashuri. Dan dari Mbah Mashuri, saya memperoleh cerita lengkap. Adapun tentang cerita Mbah Taslim, rekonstruksi ceritanya sebagai berikut ;
Mbah Mashuri sebenarnya tidak tahu pasti cerita seputar Mbah Taslim. Sebab yang tahu betul cerita Mbah Taslim, sebenarnya adalah ayahnya, seorang juru kunci makam Mbah Taslim. Namun Ayah Mbah Mashuri meninggal terlebih dahulu, sebelum Mbah Mashuri faham cerita tentang Mbah Taslim. Mbah Mashuri mengaku, kala itu, ia masih mondok berpindah pindah.
Karena orang orang banyak yang bertanya tentang biografinya Mbah Taslim, sedang Mbah Mashuri sendiri sebagai juru kunci pengganti ayahnya tidak tahu saat ditanya, maka Mbah Mashuri sering tawasul kepada Mbah Taslim. Akhirnya Mbah Mashuri diberi tahu.
Pemberitahuan tentang siapa sosok Mbah Taslim itu, dari orang yang ternyata bila diurutkan masih saudara dengan Mbah Mashuri. Ia orang tambak bening, Jombang. Waktu itu orang tambak bening itu mencari kesana kemari, tetapi akhirnya bisa bertemu dengan Mbah Mashuri dan menceritakan sosok Mbah Taslim itu.
Mbah Taslim merupakan eks Pasukan Pangeran Diponegoro. Ada yang menyatakan ia merupakan senopati. Ia tinggal bersama suadaranya. Namanya Mbah Surgi. Di mataram.
Usai penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Belanda yang licik, membuat pasukan Pangeran Diponegoro semburat lari kemana mana. Termasuk Mbah Surgi. Ia ikut lari. ke Jawa Timur. Meninggalkan Mbah Taslim seorang diri.
Mbah Taslim kehilangan jejak Mbah Surgi. Tetapi Mbah Taslim bertekad ingin menemukan saudaranya itu. Ia juga ingin kelak meninggal disamping kakaknya itu.
Mbah Taslim pun berkelana dari daerah satu ke daerah lain. Hingga sampai di sebuah desa. Desa itu bernama Desa Sasap. Mbah Taslim memutuskan untuk mendirikan pondok di desa itu. Di depan pondok itu, Mbah Taslim membuat blumbang yang digunakan untuk wudhu. Selain untuk wudhu, air blumbang itu dipergunakan oleh Mbah Taslim untuk menyembuhkan orang orang yang berkeluh kesah atas sakit yang dideritanya. Hingga masyhurlah namanya, selain sebagai tabib, juga seseorang yang memiliki daya linuweh.
Pada suatu hari, ada sayembara untuk menaklukan sebuah alas yang terkenal angkernya. Alas itu bernama Alas Bumi Wonosroyo. Mbah Taslim tertarik untuk menaklukan hutan yang angker tersebut. Dari isyaroh yang ia terima, sebelum menaklukan Bumi Wonosroyo, Mbah Taslim harus menaklukan Bumi Wonosari yang terletak di sebelah timur Wonosroyo. Bersama santri santrinya, Mbah Taslim berangkat ke hutan itu. Sayang sampai di Hutan Wonosari, salah satu santrinya meninggal dunia. Dan dikuburkan ditempat itu.
Mbah Taslim terus melanjutkan perjalanan bersama santri yang masih hidup. Dan sampai di alas wonosroyo, Mbah Taslim menemukan banyak tulang tulang berserakan. Mbah Taslim kemudian melakukan riyadoh. Dalam riyadohnya itu, ia menemukan cahaya yang mencorong di tengah hutan. Dan ternyata cahaya yang bersinar itu, adalah cahaya dari makam Mbah Surgi, Kakak Mbah Taslim.
Ditempat itulah kemudian Mbah Taslim mendirikan Pondok. Ia menyebarkan Islam ditempat itu. Dan juga memberi pengobatan kepada masyarakat sekitar sebagaimana keahlian dari Mbah Taslim.
Keahlian Mbah Taslim dalam dunia ketabiban teruji saat dimintai mengobati puteri seorang pejabat di Surabaya. Dan Mbah Taslim berhasil menyembuhkannya. Mbah Taslim diberi anugerah dengan diserahkannya puteri itu untuk dinikahi. Tetapi Mbah Taslim justru memberikan puteri itu kepada santrinya yang bernama Kariyo. Dan Kariyo inilah yang kelak menjadi juru kunci beserta anak turunnya hingga sampai ke Mbah Mashuri.
Mbah Taslim wafat dalam kondisi belum menikah. Mbah Taslim dimakamkan dekat dengan kakaknya, sebagaimana keinginan dari Mbah Taslim sejak awal mula. Demikianlah sejarah singkat dari Mbah Taslim.
###
Banyak peziarah yang datang ke makam Mbah Taslim. Dengan berbagai alasan masing masing. Salah satunya bahwa makam ini memiliki kekeramatan yang kuat. Mbah Mashuri menceritakan ada seorang peziarah namanya Pi’i. Ia sudah berkelana dari makam satu ke makam lainnya. Sampai di makam Mbah Taslim, ia bermalam. Saat riyadoh di makam Mbah Taslim, ia lari tunggang langgang, sebab ia ditemui tiga macan. Yang satu berwarna kehitam hitaman, satunya lagi berwarna putih , dan satu lagi berwarna doreng.
Mbah Mashuri juga menceritakan kejadian yang ditemui oleh Pak Zainuri, orang Wonoayu Sidoarjo. Saat riyadoh di makam Mbah Taslim, ia menemui sebuah kejadian gaib. Mbah Surgi hadir dihadapan Pak Zainuri dengan jubah putihnya. Sontak kejadian itu membuat lari terbirit birit Pak Zainuri, hingga sampai ke Pasar Dlanggu.
Kejadian yang dialami sendiri oleh Mbah Mashuri, saat ia sakit, ia didatangi oleh Mbah Taslim dengan jubah berwarna coklat. Mbah Taslim juga mengijazahkan sur at al ikhlas untuk dibaca 100 kali sebagai ikhtiar sembuh dari sakitnya. Biidnillah, ternyata sakit Mbah Mashuri sembuh tanpa ke dokter.
Pak Sukowiyono mengisahkan ada orang jauh tiba tiba mencari seseorang bernama Joko Lelono. Ia mengaku, telah disembuhkan seseorang dan memberi alamat persis dengan alamat yang ada di makam. Maka orang menduga duga kalau yang menyembuhkan itu adalah Mbah Taslim. Wallahu a’lam.
Isno Ketua LTN NU Kab. Mojokerto